Monday 4 July 2016

Now We Have Different Way

Well, ini postingan isinya murni curhatan saya tentang kejadian kemarin. Meskipun saya akui ini pahit, but it's better rather than nggak bilang apapun dan pergi tanpa alasan

===========================

Saya dan Mas Jun udah lama ada di komunitas yang sama, bahkan termasuk pendiri dari komunitas tersebut. Sudah hampir 4 tahun komunitas itu ada dan entah sudah  berapa kali juga saya keluar masuk komunitas itu.

Tapi kali ini saya merasa mantap untuk keluar dari komunitas tersebut. Dan perlahan melepaskan salah satu hobi ini karena semakin lama secara pribadi saya semakin tidak merasakan manfaatnya. Menuangkan kreatifitas itu penting, saya sangat memahami hal tersebut. Tetapi dengan keadaan saya sekarang membuat saya merasakan cara lain menuangkan kreatifitas tersebut dengan nyaman.

Di samping itu, saya juga lelah dengan drama-drama yang terjadi. Okelah katanya sekedar tahu, itu pun bagi para petinggi. Masalahnya, saya sudah nggak mau tau. Dari yang sudah-sudah selalu saja dari seseorang yang sama atau dengan tipe masalah yang sama.

Saya bahkan sudah tidak merasakan unsur fun dan enjoy berada di dalamnya. Seperti nyawa saya sudah tidak ada di sana. Bahkan kerap kali ketika pulang kumpulan, bukannya refresh saya jadi malah ngomongin masalah orang. It's negative side of me not the community. Saya sadar hal itu, maka dari itulah lebih baik saya yang pergi. Selain menambah daftar negative thinking pada suatu hal, kalau nanti saya gak sengaja ngomongin di luar kan komunitas juga yang jelek.

Saya juga punya target-target lain. Nggak jarang juga saya merasa buang-buang waktu banget untuk sekedar kumpulan. Kerap kali juga setiap kumpulan pikiran saya tidak tertuju pada topik yang dipikirkan teman-teman yang lain, tetapi justru kepikiran buku dan jurnal yang pengen dibaca, kepikiran buat ngereview buku, nonton film, diskusi tentang pembelajaran, pengen olahraga, dan termasuk ketika sedang menyusun skripsi.

Kemarin saya coba untuk membicarakan ketidaknyamanan saya ini kepada mas jun, setelah sekitar satu bulan terakhir berusaha memikirkan masak-masak mengenai ketidaknyamanan yang ingin saya bicarakan. Karena ada satu hal yang saya takutkan : respon mas jun dengan kemarahan.

Saya kira, kemarin dia dalam keadaan tenang, netral, dan tentu saja saya berharap dia bersikap netral, memisahkan urusan komunitas dan hubungan kami berdua sehingga tidak menambah ketidaknyamanan yang sudah saya rasakan di komunitas berimbas pada hubungan kami berdua.

Ternyata saya salah. Entah saya yang salah menilai dia atau memang cara saya menyampaikan yang salah sehingga dia tidak paham dan berbalik marah. Ketakutan dan kekhawatiran yang saya jaga secara hati-hati dan berusaha saya antisipasi malah terjadi.

Saya merasa sangat sedih.
Obrolan-obrolan hangat yang sebelumnya membuat kami tersenyum dan tertawa semua menghilang seketika itu juga.

Mas jun tidak terima dengan perasaan saya yang tidak nyaman karena dia merasa dia nyaman-nyaman saja disana dan merasa bahwa komunitas itu telah menjadi keluarganya sendiri.

Tapi saya bukan dia, saya merasakan hal yang berbeda. Saya harap dia bisa menghargai ketidaknyamanan yang saya rasakan, tapi ternyata tidak. Sikap dia tersebut justru membuat saya semakin mantap untuk keluar. Karena ketika terjadi perbedaan pendapat, hubungan kami yang jadi imbasnya, yang jadi korbannya, dan saya yang jadi pelampiasan kemarahan tersebut.

Tentu saja, saya tidak sanggup, benar-benar tidak sanggup untuk ada dalam keadaan seperti itu.

Akhir-akhir ini seringkali dia membicarakan soal rencana menikah, tapi jika perbedaan pendapat di komunitas menyulut kemarahan dia dan membuat kami bertengkar, tentu saja saya tidak mau.

Saya mengatakan ketidaknyamanan saya bukan berarti meminta dia untuk keluar juga, tidak sama sekali. Saya tetap menghargai pilihan dia untuk tetap berada di sana, menghargai kenyamanan yang dia rasakan, sama sekali tidak memaksa dia untuk keluar juga. Bahkan tidak meminta dia untuk memilih komunitas atau saya. Karena saya mengerti, keberadaan saya dan komunitas sama pentingnya bagi mas jun.

Saya coba mengatakan ini perlahan, sedikit-sedikit saja sudah menyulut kemarahan semengesalkan kemarin, apa jadinya kalau saya tiba-tiba lapor ke ketua saya pengen keluar tanpa memberi tahu dia terlebih dahulu dan membuat dia tidak tahu apa-apa soal ketidaknyamanan yang saya rasakan? Mungkin bisa membuat dia marah berminggu-minggu atau kemungkinan terburuknya putus, seperti yang pernah terjadi sekitar 1 atau 2 tahun silam. Jelas saya tidak mau.

Dia mulai tenang ketika saya mengatakan bahwa mulai detik ini saya tidak akan pernah membicarakan dan membahas soal komunitas ini, saya pun tidak akan mengganggu dia untuk tetap berada di sana. Saya hargai apa yang dia senangi tersebut, hanya saja saya tidak bisa bersama-sama merasakan hal tersebut seperti yang sudah-sudah. Saya sudah memutuskan mengambil jalan lain yang menurut saya disitulah saya ingin berada. Saya harap ketika suatu saat saya memutuskan sesuatu tanpa membicarakan terlebih dahulu kepada dia, dia tidak merespon dengan kemarahan seperti ini. Seperti yang dia katakan sebelumnya "kalau kamu mau ambil keputusan seperti ini, buat apa ngomong ke aku? Mending aku gatau apa-apa. Ngomong langsung sana sama ketua". Padahal dulu saya sempat keluar tanpa memberi tahu dia pun dia tidak kalah marah seperti yang terjadi kemarin. Karena sudah jelas saya coba katakan perlahan saja membuat dia semarah ini.

Sisa-sisa rasa kesal kemarin masih tersisa, sungguh. Terutama respon kemarahan yang saya dapatkan. Tapi semoga saja ini jadi pelajaran bahwa kenyataan itu tidak selamanya manis, ada pula pahit bahkan pada suatu hal yang jelas-jelas kami jalani bersama.

No comments:

Post a Comment