BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, masih
banyak orang yang kurang memahami akan konsep perkembangan anak sekolah dasar.
Hal itu dikarenakan banyak hal, diantaranya kurangnya kepedulian terhadap apa
yang hadir dalam setiap perkembangan yang dilalui anak. Oleh karena itu,
makalah ini dibuat untuk mencoba memaparkan konsep perkembangan anak sekolah
dasar yang akan menjadi salah satu
referensi dalam memahami konsep perkembangan tersebut.
Perkembangan anak usia
sekolah dasar disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir anak yang
merupakan kelanjutan dari masa awal anak. Permulaan masa pertengahan dan akhir
ini ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik, motorik, kognitif, dan
psikososial anak.
Masalah mengenai konsep
perkembangan ini, akan menjadi kompleks ketika ada satu tahap perkembangan yang
terlewati karena kurangnya pemahaman
Sehingga pemahaman mengenai hal tersebut
pun menjadi sangat penting untuk di pahami.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana hakikat perkembangan anak
didik usia sekolah dasar ?
2.
Apa saja hal-hal yang berkaitan dengan
hakikat perkembangan anak
didik
di sekolah dasar ?
3.
Bagaimana perkembangan anak sekolah
dasar ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui dan memahami hakikat perkembangan
anak didik usia sekolah dasar.
2.
Mengetahi dan memahami hal-hal yang
berkaitan dengan hakikat perkembangan anak didik di sekolah dasar.
3.
Mengetahui dan memahami perkembangan
anak sekolah dasar.
D.
Metode Penulisan
Makalah konsep perkembangan
anak sekolah dasar ini, dibuat berdasarkan hasil studi pustaka. Yang dilakukan
untuk memenuhi materi yang memerlukan referensi dari buku-buku yang terkait
dengan permasalahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Perkembangan Anak Didik Usia SD
1. Pengertian Perkembangan dan
Pertumbuhan
Istilah perkembangan
seringkali digandengkan dengan pertumbuhan, kematangan, dan perubahan. Satu
sama lain memiliki hubungan yang sangat erat.
Pada dasarnya merupakan perubahan, yaitu perubahan menuju ke tahap yang lebih
tinggi atau lebih sempurna. Ada beberapa perbedaan antara pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan aspek jasmaniah, sedangkan perkembangan menyangkut
aspek rohaniah. Pertumbuhan menunjukan perubahan kuantitas sedangkan
perkembangan menunjukkan kualitas. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
berkenaan dengan penyempurnaan struktur sedangkan perkembangan berkenaan dengan
penyempurnaan fungsi dalam hal ini
tersangkut juga perihal kematangan yang merupakan saat atau masa yang terbaik
bagi berfungsinya aspek-aspek kepribadian tertentu. Contoh: Usia satu tahun
adalah masa kematangan bayi untuk berjalan, usia enam tahun bagi kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung. Selain
itu pertumbuhan suatu aspek tertentu akan berhenti atau berakhir bila telah
maksimal, sedangkan perkembangan terus berlangsung sampai akhir hidupnya.
Berikut ini adalah uraian mengenai
aspek-aspek tersebut :
1. Perkembangan
(development)
Menurut Hawadi (2001) dalam Desmita (2005: 4),
“Perkembangan secara luas menunjuk kepada keseluruhan proses perubahan dari
potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan
ciri-ciri yang baru. Dalam istilah perkembangan juga tercakup konsep usia yang
diawali dari saat pembuahan dan yang berakhir kematian.”
Menurut Santrock & Yussen (1992) dalam Amin
Budiamin, dkk (2006: 2), “Perkembangan adalah pola perubahan individu yang
berawal pada konsepsi dan terus berlangsung sepanjang hayat. Namun tidak setiap
perubahan merupakan perkembangan.
Dengan belajar, perilaku individu juga bisa berubah.
Demikian pula faktor peristiwa atau pengaruh penggunaan obat tertentu, individu
juga bisa berubah. Untuk itu perlu ada penjelasan lebih rinci tentang perubahan
yang dimaksud sebagai perkembangan.
Pertama,
perubahan dalam arti perkembangan terutama berakar pada unsur biologis
(Bjorklund& Bjorklund, 1992) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 2).
Pengalaman-pengalaman atau aktivitas-aktivitas khusus anak dapat menimbulkan
perubahan pada diri yang bersangkutan. Misalnya, seorang anak yang berlatih
menari menjadi terampil menari; anak yang belajar matematika atau berhitung
menjadi mahir dalam mengerjakan soal-soal hitungan: atau anak yang belajar bernyanyi menjadi piawai dalam
bernyanyi, melainkan lebih merupakan perubahan dalam arti belajar, yakni
perubahan yang lebih singkat dan merupakan fungsi langsung dari
pengalaman-pengalaman khusus yang diupayakan. Perubahan dalam arti perkembangan
lebih berkaitan dengan fungsi waktu dan kematangan biologis sehingga terjadi
dalam periode yang lebih lama dan bersifat umum, tidak terkaitkan dengan
peristiwa atau pengalaman khusus tertentu. Namun tak dapat dipungkiri bahwa
pengalaman belajar yang dialami seseorang akan mempengaruhi proses perkembangan
yang bersangkutan.
Kedua,
perkembangan dapat mencakup perubahan baik dalam struktur maupun fungsi
(Bjorklund & Bjorklund, 1996) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 3). Perubahan
dalam struktur lazimnya merujuk kepada perubahan fisik baik dalam hal ukuran
maupun bentuknya (seperti perubahan lengan, kaki, otot, jaringan syaraf, atau
bagian-bagian tubuh lainnya) sedangkan perubahan fungsi mengacu kepada
perubahan dalam hal aktivitas yang secara inheren terdapat dalam struktur
fungsi tersebut (seperti kelenturan otot, keterampilan bergerak, kemampuan
berpikir, reaksi-reaksi emosional, dan perubahan-perubahan sejenis lainnya).
Dengan kata lain, perubahan struktur mengacu kepada perubahan wujud jasadnya,
sedangkan perubahan fungsi mengacu kepada perubahan aspek mental atau aktivitas
yang ditimbulkan sehubungan dengan
adanya perubahan dalam jasad tersebut.
Ketiga,
perubahan dalam arti perkembangan dalam arti terpola, teratur, terorganisasi,
dan dapat diprediksi (Bjorklund & Bjorklund, 1992; Santrock & Yussen,
1992) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 3). Ini berarti bahwa secara normal,
perkembangan individu mengikuti pola-pola tertentu yang sudah dapat diketahui
dan diperkirakan. Misalnya, seorang anak akan bisa duduk setelah bisa
menelungkup, akan merangkak setelah duduk, dan akan berjalan setelah merangkak.
Lebih jauh dari itu, bahkan waktu terjadinyapun dapat diperkirakan. Sebagai
contoh, anak bisa duduk sendiri pada sekitar usia 6 bulan, bisa merangkak
sekitar usia 7 bulan, bisa berjalan sendiri sekitar usia 11-12 bulan, bisa
mengucapkan kata pertama pada usia 10-12 bulan, lebih menyenangi aktivitas
bermain simbolik pada kira-kira
usia sekitar 4-5 tahun, dan lebih
menyenangi aktivitas permainan (games) yang melibatkan aturan pada sekitar usia
7-8 tahun.
Keempat,
meskipun bersifat terpola, perkembangan juga bersifat unik bagi setiap individu
(Bjorklund & Bjorklund, 1992; Santrock &Yussen, 1992) dalam Amin
Budiamin, dkk (2006: 3). Dalam hal ini Santrock & Yussen (1992) dalam Amin
Budiamin, dkk (2006: 3) menyatakan sebagi berikut: “Each of us develops in certain ways like all other individuals, and
like no other individuals”. Artinya, masing-masing kita berkembangan dalam
cara-cara tertentu seperti semua individu yang lain, seperti beberapa individu
yang lain, dan seperti tidak ada individu yang lain. Jadi di samping adanya
kesamaan-kesamaan umum dalam pola-pola perkembangan yang dialami oleh setiap individu, terjadinya
variasi individual dalam perkembangan anak
bisa terjadi pada setiap saat. Hal ini terjadi karena perkembangan itu
sendiri merupakan suatu perubahan yang kompleks, melibatkan berbagai unsur yang saling berpengaruh satu sama lain.
Kelima,
perubahan dalam arti perkembangan terjadi secara bertahap (Seifert &
Hoffnung) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 3) dalam jangka waktu yang relatif
lama (Bjorklund & Bjorklund) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 3). Maksudnya
bahwa perubahan dalam arti perkembangan
bukan merupakan perubahan yang sifatnya sesaat, melainkan terjadi dalam
suatu proses yang berlangsung secara berkelanjutan dalam waktu yang relatif
lama.
Keenam,
perubahan dalam arti perkembangan dapat berlangsung sepanjang hayat dari mulai
sejak masa konsepsi hingga meninggal dunia (Santrock &Yussen, 1992;
Bjorklund & Bjorklund, 1992) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 3).
Perkembangan tidak hanya terbatas sampai dengan masa remaja, melainkan dapat
berlanjut terus hingga seseorang meninggal dunia. Ini juga berarti bahwa
perubahan dalam arti perkembangan tidak hanya mencakup proses pertumbuhan,
pematangan, dan penyempurnaan, melainkan juga mencakup proses penurunan dan
perusakan.
Dengan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
perkembangan dapat didefinisikan sebagai
pola perubahan organisme (individu) baik dalam struktur maupun fungsi (fisik
maupun psikis) yang terjadi secara
teratur dan terorganisasi secara langsung sepanjang hayat.
2. Pertumbuhan
(growth)
Istilah pertumbuhan (growth) dimaksudkan sebagai perubahan dalam aspek jasmaniah seperti
berubahnya struktur tulang, tinggi dan berat badan, proporsi badan, semakin
sempurnanya jaringan syaraf, dan sejenisnya. Dengan kata lain, pengertian
pertumbuhan itu lebih bersifat
kuantitatif dan terbatas pada pola
perubahan fisik yang dialami individu sebagai hasil dari proses pematangan.
Dalam arti yang lebih luas, menurut Witherington & Hurlock (Amin Budiamin,
dkk, 2005: 4) istilah petumbuhan dapat pula mencakup perubahan secara psikis
kalau perubahan tersebut berupa munculnya sesuatu fungsi yang baru seperti munculnya
kemampuan berpikir, simbolik, munculnya kemampuan berpikir abstrak.
Menurut Ahmad Thonthowi (1993) dalam Desmita (2005:
5), pertumbuhan yaitu perubahan jasad yang meningkat dalam ukuran (size) sebagai akibat dari adanya
perbanyakan (multiplication) sel-sel.
Singkatnya dapat disimpulkan bahwa pengertian
pertumbuhan tercakup dalam pengertian perkembangan, tetapi tidak setiap perubahan
dalam arti perkembangan merupakan pertumbuhan. Pertumbuhan terbatas pada
perubahan-perubahan yang bersifat evolusi (menuju ke arah yang lebih sempurna)
sedangkan perkembangan dapat pula mencakup perubahan-perubahan yang bersifat
involusi (penurunan dan perusakan ke arah kematian).
3. Kematangan
(maturation)
Pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani yang
disebutkan di atas, sebenarnya merupakan satu kesatuan dalam diri manusia yang
saling mempengaruhi satu sama lain. Laju perkembangan rohani dipengaruhi oleh
laju pertumbuhan jasmani, demikian sebaliknya. Pertumbuhan dan perkembangan itu
pada umumnya berjalan selaras dan pada tahap-tahap tertentu menghasilkan suatu
“kematangan”, baik kematangan jasmani maupun kematangan mental.
Istilah “kematangan”, yang dalam bahasa Inggris
disebut dengan maturation, sering
dilawankan dengan immaturation, yang artinya
tidak matang. Seperti pertumbuhan, kematangan juga berasal dari istilah yang
sering digunakan dalam biologi, yang menunjuk pada kera numan atau kematangan.
Kemudian istilah ini diambil untuk digunakan dalam perkembangan individu karena
dipandang terdapat kesesuaian. Menurut Chaplin (2002) dalam Desmita ( 2005: 6),
mengartikan kematangan (maturation)
sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kematangan atau usia matang, (2)
proses perkembangan, yang dianggap berasal dari keturunan, atau merupakan
tingkah laku khusus spesies (jenis, rumpun).
Sementara
itu, Davidoff (1988) dalam Desmita ( 2005: 6), menggunakan istilah kematangan (maturation) untuk menunjuk pada
munculnya pola perilaku tertentu yang tergantung pada pertumbuhan jasmani
kesiapan susunan saraf.
2. Anak Sebagai Suatu Totalitas
Sebagai objek studi psikologi perkembangan, anak
dipandang sebagai suatu totalitas. Konsep anak sebagai suatu totalitas
sekurang-kurangnya dapat mengandung tiga pengertian berikut: (a) anak adalah
makhluk hidup (organisme) yang merupakan suatu kesatuan dari keseluruhan
aspek yang teerdapat dalam dirinya; (b)
dalam kehidupan dan perkembangan anak, keseluruhan aspek anak tersebut saling terjalin
satu sama lain; dan (c) anak berbeda dari orang dewasa bukan sekedar secara
fisik, tetapi secara keseluruhan.
Sebagai suatu totalitas, anak dipandang makhluk
hidup (organisme) yang utuh, yakni sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan
aspek fisik dan psikis yang terdapat dalam dirinya. Keseluruhan aspek fisik dan
psikis tersebut tak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena itu, anak dipandang
sebagai individu. Istilah individu berasal dari kata individed yang berarti tak dapat dipisahkan antara satu bagian
dengan bagian lainnya. Dalam hal ini, tentunya anda tidak akan memandang
sebagai anak kepada sekumpulan organ tubuh anak (misalnya ada kepala, bagian
tubuh, lengan, dan dua kaki) yang terpisah satu sama lain.
Lebih lanjut, konsep anak sebagai suatu totalitas,
atau kesatuan mengandung arti bahwa terdapat saling keterjalinan atau
keterkaitan antara keseluruhan aspek yang terdapat dalam diri anak tersebut
secara terintegrasi saling terjalin dan saling memberikan dukungan satu sama
lain. Misalnya, anak yang sedang sakit panas biasanya akan lain perilakunya
(rewel); anak yang sedang dimarahi orang tuanya bisa tidak berselera makan;
anak yang sedang marah bisa menangis menjerit-jerit. Contoh-contoh tersebut
mengilustrasikan adanya keterkaitan dan
keterpaduan dalam proses kehidupan dan aktivitas anak. Reaksi-reaksi psikis
selalu disertai dengan reaksi fisiknya, begitu pula sebaliknya.
Bila dibandingkan dengan orang dewasa, konsep anak
sebagai suatu totalitas juga mengandung arti bahwa perbedaan anak dengan orang
dewasa tidak terbatas secara fisik melainkan secara keseluruhan. Anak bukan
miniatur dari orang dewasa, tetapi anak adalah anak yang dalam keseluruhan aspek
dirinya bisa berbeda dari orang dewasa. Secara fisik, anak sedangkan mengalami
pertumbuhan yang pesat; sebaliknya, fisik orang dewasa sudah relatif tidak
berkembang lagi. Sementara anak cenderung didominasi oleh pola pikir yang
bersifat egosentrik, sedangkan orang dewasa sudah lebih mampu berpikir empatik
dan sosial. Begitu juga, kalau daya pikir anak masih terbatas pada hal-hal yang
konkret, maka orang dewasa sudah mampu berpikir abstrak dan universal.
Demikianlah pengertian anak sebagai suatu totalitas,
yakni sebagai suatu organisme atau individu yang merupakan suatu kesatuan yang
terintegrasi dari keseluruhan organ fisik dan aspek psikis yang terdapat dalam
dirinya. Keseluruhan aspek yang terdapat dalam diri anak tersebut saling
terjalin satu sama lain. Karena itu, perbedaan anak dengan orang dewasa tidak
hanya terjadi dalam aspek fisik atau psikis, melainkan secara keseluruhan.
3. Perkembangan Sebagai Proses
Holistik dari Aspek Biologis, Kognitif, dan Psikososial
Sesuai dengan konsep
anak sebagai suatu totalitas atau sebagai individu, perkembangan juga merupakan
suatu proses yng sifatnya menyeluruh (holistik). Artinya, perkembangan itu
terjadi tidak hanya dalam aspek teretentu, melainkan melibatkan keseluruhan
aspek yang saling terjalin (interwoven)
satu sama lain.
Secara garis besar,
proses perkembangan individu dapat di kelompokkan kedalam tiga domain: proses
kognitif, biologis, dan psikososial. (Santrock& Yussen, 1992; Seifert &
Hoffnung, 1991) dalam Amin Budiamin, dkk ( 2006: 5). Pengelompokkan ini lebih
dimaksudkan untuk kepentingan dalam penjelasan karena dalam prakteknya ketiga
domain proses perkembangan tersebut merupakan sesuatu yang terpadu dan saling
berpengaruh satu sama lain.
Proses-proses biologis
atau perkembangan fisik mencakup perubahan-perubahan dalam tubuh individu
seperti pertumbuhan otak, otot, sistem syaraf, struktur tulang, hormon,
organ-organ inderawi, dan sejenisnya. Perubahan-perubahan dalam cara
menggunakan tubuh atau keterampilan motorik dapat dikelompokkan kedalam domain
proses pertumbuhan biologis ini. Kedalam domain perkembangan ini juga termasuk
perubahan dalam kemampuan fisik seperti perubahan dalam proses penglihatan,
kekuatan otot, dan sejenisnya. Tetapi domain perkembangan ini tidak mencakup
perubahan fisik karena kecelakaan, sakit, dan peristiwa-peristiwa khusus lainnya.
Proses-proses kogntif
melibatkan perubahan-perubahan dalam kemampuan dan pola berpikir, kemahiran
berbahasa, dan cara individu memperoleh pengetahuan dari lingkungannya.
Aktivitas-aktivitas seperti mengamati dan mengklasifikasikan benda-benda,
menyatukan beberapa kata menjadi satu kalimat, menghafal sajak atau doa,
memecahkan soal-soal matematika, dan menceritakan pengalam merefleksikan peran
proses kognitif dalam perkembangan anak.
Meskipun dalam
prakteknya sulit untuk dipisahkan, namun perlu dibedakan antara perkembangan
kognitif dengan perubahan dalam arti belajar. Perkembangan kognitif mengacu
kepada perubahan-perubahan penting dalam pola dan kemampuan berpikir serta
kemahiran berbahasa, tetapi belajar cenderung lebih terbatas pada
perubahan-perubahan sebagai hasil dari pengalaman atau peristiwa yang relatif
spesifik. Selain itu, perubahan-perubahan yang dipelajari sering kali terjadi
dalam waktu yang singkat, tetapi perkembangan kognitif terjadi dalam kurun
waktu yang relatif lama. Perkembangan kognitif anak dan pengalaman belajar ini
sangat erat kaitannya dan saling berpengaruh satu sama lain. Perkembangan
kognitif anak akan memfasilitasi atau membatasi kemampuan belajar anak,
sebaliknya pengalaman belajar anak juga akan sangat memfasilitasi perkembangan
kognitifnya.
Proses-proses
psikososial melibatkan perubahan-perubahan dalam aspek perasaan, emosi, dan
kepribadian individu serta cara yang bersangkurtan dengan orang lain. Dengan
demikian, perkembangan identitas diri (self
identity) dan krisis-krisis yang menyertainya serta perkembangan cara dan
pola hubungan dengan anggota keluarga, teman sebaya, guru-guru dan yang lainnya
dapat dikelompokkan kedalam domain perkembangan ini. Senyuman bayi dalam
merespon sentuhan dan sapaaan ibunya, perilaku agresif anak terhadap teman
bermain, rasa percaya diri dan keberanian anak, perkembangan hubungan
pertemanan diantara anak merefleksikan proses-proses psikososial dalam
perkembangan anak.
4. Kematangan Vs Pengalaman Dalam
Perkembangan Anak
Kematangan (maturation) adalah urutan perubahan yang
dialami individu secara teratur yang ditentukan oleh rancangan genetiknya
(Santrock & Yussen, 1992) dalam Amin Budiamin, dkk ( 2006: 6). Dalam
bahasan ini kematangan dipandang sebagai suatu pembawaan (nature), yakni sebagai warisan biologis organisme yang dibawa sejak
lahir.
Di sisi lain,
pengalaman (experience) merupakan
peristiwa-peristiwa yang dialami individu dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Disini pengalaman dipandang sebagai unsur lingkungan, yakni sebagai
pengalaman-pengalaman environmental
yang diperoleh individu dalam kehidupannya.
Para ahli psikologi
perkembangan yang menekankan unsur kematangan atau pembawaan (maturationists) mengklaim warisan
biologis sebagai unsur yang paling mempengaruhi perkembangan anak. Sedangkan
para ahli yang mengutamakan unsur pengalaman menganggap pengalaman environmental sebagai faktor yang paling
penting dalam perkembangan anak. Akan tetapi, menurut kami keduanya saling
mempengaruhi satu sama lain terhadap perkembangan anak.
Menurut pandangan maturasional,
pada dasarnya individu berkembang dalam cara yang terpola secara genetik,
kecuali kalau terganggu atau terhambat oleh faktor lingkungan yang bersifat
merusak. Rancangan atau struktur genetik akan menghasilkan
komunalitas-komunalitas dalam pertumbuhan dan perkembangan individu.
Sebaliknya, kaum enviromentalists
menekankan pentingnya pengalaman dalam perkembangan anak. Unsur genetik
individu sekedar mewariskan potensi dasar, tetapi bagaimana hal itu tumbuh dan
berkembang sangat tergantung kepada makanan, gizi, perawatan medis, latihan,
dan pendidikan yang diberikan oleh lingkungan. Pendeknya, lingkungan dipandang
sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Di samping dua kelompok
tersebut, ada pula para ahli perkembangan (interacsionists)
yang mempercayai bahwa hampir semua kualitas fisik dan psikis individu
merupakan hasil dari pengaruh pembawaan lingkungan. Sebagai misal, tinggi badan
anak tergantung kepada rancangan genetik yang diturunkan orang tuanya
(pembawaan), di samping tergantung pula
kepada gizi dan latihan yang diperoleh selama proses pertumbuhan
(lingkungan); perkembangan kognisi anak tergantung kepada taraf intelegensi
yang dimiliknya (pembawaan), di samping tergantung pula pada kualitas
pengalaman belajar yang diperoleh selama hidupnya (lingkungan); anak juga
secara biologis sudah terpogram untuk belajar bahasa (pembawaan), tetapi mereka
hanya akan belajar bahasa mereka.
Dalam prakteknya,
menentukan kontribusi kematangan (pembawaan) dan pengalaman (lingkungan)
terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu secara pasti akan sulit untuk
dilakukan. Kualitas aspek pertumbuhan dan perkembangan yang sama bisa
dihasilkan dari campuran pengaruh unsur genetik dan keadaan lingkungan yang
berbeda. Namun dalam kondisi tertentu, mengetahui pengaruh relatif dari dua
faktor tersebut kadang-kadang penting untuk dilakukan. Misalnya, jika seorang anak
memiliki bobot tubuh yang berlebih, maka untuk menentukan treatment apa yang tepat, perlu diketahui terlebih dahulu
sumber-sumber yang menyebabkan bobot tubuh yang berlebih tersebut. Jika
ternyata hal itu disebabkan oleh unsur genetik, maka bentuk treatment-nya akan lain dengan yang
disebabkan oleh faktor lingkungan.
5. Kontinuitas Vs Diskontinuitas Dalam
Perkembangan
Isu lain yang
diperdebatkan oleh para ahli perkembangan adalah pernyataan apakah perkembangan
itu merupakan sesuatu yang berkesinambungan atau tidak berkesinambungan. Para
ahli menekankan pada unsur kematangan lazimnya menganggap perkembangan sebagai
serangkaian tahap yang berbeda. Sebaliknya,
para ahli perkembangan yang menekankan pada unsur pengalaman menjelaskan
perkembangan sebagai suatu proses yang sinambung.
Para ahli yang
menekankan segi kesinambungan dalam perkembangan menjelaskan bahwa perkembangan
itu merupakan perubahan kumulatif yang berlngsung secara bertahap dari masa
konsepsi hingga meninggal dunia. Perkembangan adalah perubahan yang sifatnya
bertahap dan merupakan akumulasi dari perilaku dan kualitas pribadi yang sama
yang sudah diperoleh sebelumnya. Dalam proses pengayaaan itu terjadi
pengayaan, penambahan, dan pengurangan
melalui pengalaman atau interaksi individu dengan lingkungan. Jadi di saat anak
memperoleh tambahan perilaku atau keterampilan baru, ia mengkombinasikan
kembali perilaku atau keterampilan tersebut dengan yang sudah ada untuk
menghasilkan perilaku atau abilitas yang semakin kompleks.
Dalam perkembangan
bahasa, misalnya dari anak agar bisa mengucapkan suatu suku kata, kemudian satu
kata, dua kata, dan seterusnya. Menurut pandangan ini, kata pertama yang bisa
diucapkan oleh anak sekalipun sebenarnya merupakan hasil akumulasi dari
pengalaman-pengalaman sebelumnya, meskipun sepertinya merupakan peristiwa baru.
Jadi, model perkembangan ini, menempatkan perubahan kuantitatif, yakni
unsur-unsur yang sudah ada dan lebih secara esensial mengalami penambahan
dengan unsur-unsur baru sehingga menghasilkan kemampuan dan perilaku yang lebih
kompleks.
Di sisi lain, para ahli
yang menekankan segi ketidaksinambungan dalam perkembangan menganggap bahwa
proses perkembangan individu melibatkan tahapan-tahapan yang berbeda. Setiap
perkembangan individu dianggap melalui suatu pola urutan perubahan yang berbeda
secara kualitatif, tidak sekedar berbeda secara kuantitatif. Dalam hal ini
perkembangan individu dianggap berlangsung melalui terjadinya
perubahan-perubahan perilaku yang relatif tiba-tiba dari satu tahap ke tahap berikutnya.
Jadi, di sini terjadi peristiwa transisi yang relatif tajam dari satu tahap
perkembangan.
Para ahli yang
mendukung pandangan diskontinuitas
biasanya beranggapan bahwa secara prinsip perkembangan diarahkan oleh
faktor-faktor internal biologis. Mereka menganggap bahwa kondisi yang berbeda
dalam perkembangan anak merefleksikan hakikat diskontinuitas dari
perubahan-perubahan yang terjadi. Dengan demikian, perkembangan melibatkan
perubahn-perubahaan kualitatif, bukan sekedar kombinasi-kombinasi sederhana
dari kemampuan-kemampuan atau perilaku-perilaku terdahulu. Sebagai contoh, deskripsi
tahap-tahap perkembangan berpikir anak dari Piaget seperti Sensori motor,
praoperasional, kongkret operasional dan formal operasional, menggambarkan
bagaimana perbedaan kualitatif (Diskontinuitas).
Itu terjadi dalam proses perkembangan berpikir anak. Tahap-tahap perkembangan
berpikir anak tersebut tidak sekedar menggambarkan padanya kemampuan yang
meningkat dalam berpikir, tapi lebih daripada itu. Ada perbedaan kualitatif
yang signifikan antara tahap-tahap tersebut.
B.
Perkembangan Anak Sekolah Dasar
1. Proses Berlangsungnya Perkembangan
Perkembangan anak usia
sekolah disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir anak yang
merupakan kelanjutan dari masa awal anak. Permulaan masa pertengahan dan akhir
ini ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik, motorik, kognitif, dan
psikososial anak.
Perkembangan berlangsung
secara terus-menerus sepanjang hidup seseorang, mulai dari masa konsepsi sampai
berakhirnya kehidupan orang itu (Thornbrug, 1984) dalam Amin Budiamin, dkk (
2005: 12). Selanjutnya Thornbrug menyatakan bahwa perkembangan itu berlangung
secara bertahap, dimana setiap tahap terbagi lagi atas beberapa periode umur
tertentu. Tahap-tahap perkembangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Masa Bayi 0-2 tahun
a.
Periode dalam kandungan : Mulai dari terjadinya konsepsi sampai
lahir
Masa
konsepsi adalah masa mulai bertemunya sel telur dengan sperma. Dimulailah perjalanan kehidupan dari suatu pribadi yang unik, tak
ada duanya. Nafas kehidupan langsung ditiupkan oleh Sang Pencipta begitu
pembuahan terjadi. Kita memang tak dapat menyaksikan langsung bagaimana si buah
hati tumbuh dan berkembang di dalam rahim ibunya. Namun kita sudah mengetahui
bahwa pada
masa ini manusia sudah mulai mengalami perkembangan. Mulai dari sperma yang
berubah menjadi zigot atau kita kenal darah, kemudian menjadi daging, lalu
dibungkus dengan tulang seperti yang dijelaskan dalam Al-quran. Semakin
mengeras dan berkembang terus sampai umur sembilan bulan bayi didalam
kandungan. Itulah masa konsepsi yang sangat luar biasa bahwa ternyata kita
adalah para pemenang sejak masa konsepsi ini. Akhirnya keluarlah bayi sebagai
individu baru.
b.
Periode baru lahir : Lahir sampai umur 4 atau 6
minggu
Setelah
bayi lahir terjadilah perkembangan selanjutnya yakni sampai umur 4 atau 6
minggu. Pada masa ini bayi masih sangat bergantung dengan usapan kasih sayang
ibunya. Yang dapat ia lakukan apabila menginginkan sesuatu adalah hanya dengan
cara menangis.
c.
Periode bayi : Umur 4 atau 6 minggu sampai 2 tahun
Setelah
umur bayi berkisar antara 4 atau 6 minggu mulailah si bayi beradaptasi dengan
dunianya yang baru. Biasanya di usia ini bayi menetek pada ibunya sampai umur 2
tahun. Setelah 2 tahun, bayi akan mengalami perkembangan pesat di seluruh fisik
dan psikisnya. Mulai dari kemampuan merangkak, berdiri, bahkan berjalan dan
berbicara. Bayi mulai mengeksplor dan melakukan imitasi terhadap keadaan-keadaan
di lingkungan sekitarnya.
2. Masa Kanak-kanak 2-11 tahun
a.
Periode Kanak-kanak permulaan, umur 2-5
tahun
Dalam
masa ini, status bayi berubah menjadi kanak-kanak. Kami menganggap bahwa masa
kanak-kanak adalah masa dimana seseorang sudah mulai memanipulasi apapun yang
ada dihadapannya dengan pemikiran-pemikiran yang dia miliki. Misalnya di usia 3
atau 4 tahun anak masih sulit memegang pinsil untuk menulis namun setelah
otot-otot jarinya mulai matang dia jadi bisa memegang pinsil dengan tepat.
Begitulah perkembangan dan pada masa ini anak sedang asyik-asyiknya berbicara
dan ingin tahu atau penasaran dengan apapun yang ada dihadapannya.
b.
Periode Kanak-kanak pertengahan, umur
6-8 tahun
Pada
masa ini anak sudah dapat mengoperasikan seluruh anggota tubuhnya dengan baik.
Bahkan anak-anak sangat aktif bergerak dan bermain pada masa ini. Akan tetapi
tetap harus dibimbing dan diarahkan agar kegiatan mereka di usia ini dapat
bermanfaat sesuai dengan perkembangannya.
c.
Periode Kanak-kanak akhir, umur 9-11
tahun
Biasanya
pada masa ini anak mulai matang organ vitalnya sehingga bagi anak perempuan
usia 9 tahun ada yang sudah mengalami menstruasi. Hal tersebut wajar terjadi
karena batas minimal baligh seorang anak perempuan memang sekitar umur 9 tahun
atau ketika awal menstruasi. Bahkan di usia ini perasaan anak mulai sensitif
bila dikaitkan dengan perasaan terhadap lawan jenisnya.
Pra
Remaja 9 -13 tahun
Masa
ini adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja.
Sehingga di masa ini anak mulai semakin matang perkembangan fisik maupun
psikisnya.
3.
Masa Remaja 11-19 tahun
a. Remaja
permulaan, 11- 13 tahun
Perkembangan
seorang anak yang mulai beranjak remaja sangatlah pesat apalagi dari
organ-organ penting yang dia miliki. Hormon-hormon mulai berfungsi dan aktif. Semakin
tinggi usia seseorang semakin matang pertumbuhan dan perkembangannya.
b. Remaja
pertengahan, 14-16 tahun.
Remaja
di usia ini sangat rentan oleh pengaruh-pengaruh positif maupun negatif yang
datang dari luar. Oleh karena itu diperlukan adanya bimbingan yang ketat untuk
mengawasi anak agar tidak terpengaruh oleh perbuatan yang tidak baik.
c. Remaja
akhir 17-19 tahun.
Pada
masa ini organ-organ reproduksi sudah mulai berfungsi dengan sangat baik. Dan perkembangan mental mereka mulai stabil.
Mereka akan mencari jati diri mereka yang sebenarnya di usia ini.
Pemuda
19 tahun- 22 tahun
Pada
masa ini adalah masa peralihan seseorang dari remaja menuju dewasa
4.
Masa Dewasa, 20- 81 tahun
a. Dewasa
permulaan 20-29 tahun
Masa
dewasa permulaan ditandai dengan lengkapnya seluruh organ-organ tubuh dan
berkembangnya sistem pemikiran secara menyeluruh. Pada masa ini seseorang
sedang berada dalam usia produktif.
b. Dewasa
pertengahan 30-49 tahun
Pada
akhir masa dewasa pertengahan bagi seorang wanita biasanya ditandai dengan
adanya menopause yaitu masa dimana seorang wanita berhenti menstruasi.
c. Dewasa
50-65 tahun
Biasanya
pada masa ini seseorang sudah mulai mengalami masa penyusutan, maksudnya
perkembangan tetapi bukan berarti pertumbuhan. Akan tetapi perkembangan ke masa
yang disebut penurunan fungsi.
d. Dewasa
akhir 66-80 tahun
Jika
disebut kembali ke masa kanak-kanak, masa ini memang tepat disebut demikian.
Karena biasanya orang mulai pikun pada masa ini apalagi jika dibarengi dengan
keadaan yang tidak mendukung/ sakit.
e. Tua
81 tahun ke atas
Sangat
jarang orang zaman sekarang yang hidup sampai usia ini. Akan tetapi tidak
menutup kemungkinan jika ada. Mereka seperti kembali ke masa bayi. Semua
membutuhkan bantuan orang lain, kecuali yang memang fisiknya benar-benar kuat.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam memahami konsep perkembangan anak
usia sekolah dasar, maka akan di pelajari hakikat perkembangan anak didik usia
sekolah dasar dan perkembangan anak sekolah. Perkembangan itu sendiri adalah
serangkaian perubahan individu yang berlangsung secara teratur atau terarah dan
bersifat tetap, perubahan dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah menuju ke
tahap kematangan melalui pertumbuhan, pemasakan dan belajar. Perkembangan itu
bersifat kualitatif. Sedangkan, pertumbuhan adalah perubahan-perubahan
individu yang bersifat kuantitatif (peningkatan dalam ukuran dan struktur),
perubahan melaju sampai mengalami pemberhentian pada fase tertentu. Adapun
hal-hal yang berkaitan dengan konsep ini diantaranya; anak sebagai suatu
totalitas; perkembangan sebagai proses holistik dari aspek biologis, kognitif,
dan psikososial; kematangan vs pengnalaman dalam perkembangan anak; kontinuitas
vs diskontinuitas dalam perkembangan.
Dalam memahami
perkembangan anak sekolah dasar yang dipelajari salah satunya adalah proses
berlangsungnya perkembangan anak usia sekolah dasar. Pada hakikatnya
perkembangan itu berlangsung secara terus-menerus sepanjang hidup seseorang,
yang mana melalui tahapan-tahapan perkembangan dari mulai masa bayi 0-2 tahun,
masa kanak-kanak usia 2-11 tahun, masa remaja usia 11-19 tahun, dan masa dewasa
usia 20-81 tahun.
Adapun dalam setiap
periode tertentu akan muncul suatu kemampuan bertingkah laku yang disebut
dengan tugas-tugas perkembangan. Memahami tugas-tugas perkembangan anak didik
tersebut penting bagi pendidik dalam membantu anak didiknya. Hal-hal tersebut
yaitu menentukan tujuan pendidikan di sekolah, memilih bahan belajar yang
sesuai dengan kemampuan anak, dan memilih strategi belajar yang sesuai dengan
sifat-sifat kemampuan anak.
Kemampuan kita dalam
memahami konsep perkembangan anak sekolah dasar akan menjadi bekal dalam
praktek di lapangan yang memiliki keragaman tingkah laku yang membutuhkan
kesesuaian dalam menanganinya.
B.
Saran
Sebagai calon pendidik, kita
harus mempunyai keterampilan dalam memahami konsep perkembangan anak, khususnya
pada anak sekolah dasar. Hal itu dikarenakan sebagai calon pendidik, kita
dituntut untuk mampu memahami perkembangan anak agar dalam prosesnya dapat
meminimalisir terjadinya kesalah pahaman dalam memahaminya. Sehingga dapat
terjadinya keselarasan dalam proses pemahaman pada perkemabangan anak didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiamin, Amin, Dedi Herdiana H, Daim. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI
PRESS.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik.
Jakarta. Depdikbud.
Desmita . 2005. Psikologi
perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Syamsu. 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Affandi,
Choirul. 2012 . Tujuan Lembaga Pendidikan Sekolah [online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2256002-tujuan-lembaga-pendidikan-sekolah/#ixzz2KBVEmFhK.
[07 Februari 2013].
Muhklis.
2012. Strategi belajar
[online]. Tersedia: http://www.muhklis.com/macam-macam-strategi-pembelajaran/html.
[07 Februari 2013].