BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan
berlangsung dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak, namun demikian
dalam pergaulan tersebut tidak pada setiap saat dan tidak pada setiap situasi
anak berstatus sebagai anak didik, demikian pula sebaliknya bahwa tidak pada
setiap saat dan tidak pada setiap situasi orang dewasa berstatus sebagai
pendidik. Baik anak didik maupun pendidik sama-sama memiliki karakteristik
tertentu dalam situasi memainkan peran masing-masing. Anak didik sebagai
manusia yang memiliki kemungkinan untuk dididik dan pendidik sebagai orang
dewasa yang melakukan pembimbingan menuju kedewasaan kepada orang yang belum
dewasa. Oleh karena itu, perlu dibahas mengenai anak didik dan pendidik secara
signifikan. Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang disusunnya makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian hakikat anak didik?
2. Apa
saja karakteristik anak didik?
3. Apa
pengertian pendidik?
4. Apa
saja peranan – peranan pendidik?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
latar belakang dan rumusan makalah diatas, maka penulisan makalah ini memiliki
tujuan, diantaranya:
1. Mengetahui
pengertian hakikat anak didik.
2. Mengetahui
karakteristik anak didik.
3. Mengetahui
pengertian pendidik.
4. Mengetahui
peranan – peranan pendidik.
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah sebagai penambah pengetahuan bermanfaat bagi
mahasiswa calon guru sekolah dasar, agar mengetahui peranannya sebagai guru
masa depan dan mengetahui peranan serta karakteristik anak didik. Sehingga
menjadi guru profesional yang mampu menerapkan serta mengaplikasikan keilmuan
pedagogik secara komprehensif.
E.
Metode
Penulisan
Metode
penulisan makalah ini adalah studi literatur dari buku-buku yang memuat
pengetahuan pedagogik mengenai anak didik. Selain itu, dilakukan juga studi
melalui informasi yang didapatkan dari internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Anak Didik
Pada
dasarnya setiap anak memiliki keinginan dan potensi untuk menjadi seorang
dewasa. Di pihak lain anak memiliki “ketergantungan”
kepada orang dewasa. Ketergantungan anak kepada orang dewasa dibawanya sejak ia
dilahirkan, betapa anak memerlikan bantuan dari orang tuanya sejak ia
dilahirkan ke dunia. Ketergantungan anak kepada orang dewasa tentunya bukan
hanya berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan fisiologosnya seperti makanan, minuman,
dsb., tetapi juga berkenaan dengan pengembangan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Apabila
keadaan ketergantungan anak menimbulkan tanggung jawab (tanggung jawab
pendidikan) pada diri orang dewasa sehingga orang dewasa mendidiknya, maka anak
itu berstatus sebagai anak didik. Sekalipun anak bergaul dengan orang dewasa,
apabila tidak menimbulkan tanggung jawab pada orang dewasa untuk mendidiknya, maka anak akan
tetap tinggal sebagai anak karena orang dewasa tidak akan melakukan
tindakan-tindakan pendidikan untuk membantunya atau membimbingnya ke arah
kedewasaan.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat di definisikan bahwa anak
didik adalah anak yang karena ketergantungannya menimbulkan tanggung jawab
pendidikan pada orang dewasa, sehingga secara sengaja orang dewasa itu
memberikan bantuan ke arah kedewasaan.
B.
Karakteristik
Anak Didik
Terdapat
berbagai karakteristik anak didik yang dapat dipahami oleh para pendidik dan
diperhatikan serta dipertimbangkan dalam rangka praktek pendidikan. Berbagai
karakteristik anak didik itu antara lain dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Anak
didik adalah subjek.
2. Anak
didik sedang berkembang.
3. Anak
didik hidup dalam “dunia” tertentu.
4. Anak
didik hidup dalam lingkungan tertentu.
5. Anak
didik memiliki ketergantungan kepada orang dewasa.
6. Anak
didik memiliki potensi dan dinamika.
1) Anak
Didik adalah Subjek
Anak
didik adalah manusia, bukan benda ataupun hewan, karena itu anak didik harus dipandang
sebagai subjek, yaitu pribadi yang
memilii kedirisendirian dan kebebasan dalam mewujudkan dirinya sendiri untuk
mencapai kedewasaannya. Selain itu anak didik bersifat “unik”, artinya memiliki
perbedaan daripada anak yang lainnya. Dengan demikian tidaklah benar jika anak
didik dipandang dan diperlakukan sebagai “objek”, artinya diperlakukan semau
gue atau semena-mena oleh pedidiknya sebagaimana halnya benda.
2) Anak
Didik sedang Berkembang
Manusia
berada dalam perkembangan menuju
kedewasaannya. Hasil riset Psikologi menunjukkan adanya “tahap-tahap
perkembangan” manusia. Setiap tahap perkembangan memiliki “tugas-tugas
perkembangan” tertentu dan menuntut
“perlakuan” tertentu pula. Sehubungan dengan itu setiap anak didik yang berada
pada tahap perkembangan tertentu menuntut perlakuan tertentu pula dari orang
dewasa terhadapnya.
3) Anak
Didik Hidup dalam “Dunia” Tertentu
Selain
berada pada tahap perkembangan tertentu, setiap manusia hidup dalam dunia-nya
sesuai tahap perkembangannya, jenis kelaminnya, dll. Misal: siswa SD memiliki
dunianya sendiri, mereka tentu hidup sesuai dengan dunianya yang berbeda dengan dunia murid TK,
dunia siswa SMA dan dengan dunia orang dewasa. Anak tidak boleh dipandang
sebagai “miniatur oarang dewasa”, anak bukanlah orang dewasa mini. Anak didik
haruss diperlakukan sesuai dengan dunianya.
4) Anak
Didik Hidup dalam Lingkungan Tertentu
Anak
didik adalah subjek yang berasal dari keluarga dengan latar belakang lingkungan
alam dan sosial budaya tertentu. Oleh karena itu, anak didik akan memiliki
karakteristik tertentu sebagai akibat pengaruh lingkungan dimana ia dibesarkan
atau dididik. Karakteristik ini mungkin berkenaan dengan status sosialnya,
budayanya, agamanya, dll. Dalam praktek pendidikan, pendidik perlu
memperhatikan dan memperlakukan anak didik dalam konteks lingkungan alam dan
sosial budayanya.
5) Anak
Didik Memiliki Ketergantungan kepada Orang Dewasa
Anak
didik pada dasarnya memiliki ketergantungan
kepada orang dewasa atau pendidik. Hal ini karena anak mempunyai kekurangan dan
kelemahan tertentu. Ketergantungan anak kepada orang dewasa itu tampak dalam “ketidakberdayaan”-nya pada saat ia
dilahirkan, dan kelemahan atau kekurangannya dibanding orang dewasa. Dibalik
kebebasannya untuk mewujudkan dirinya sendiri dalam rangka mencapai kedewasaan,
anak masih memerlukan bantuan orang dewasa.
6) Anak
Didik Memiliki Potensi dan Dinamika
Bantuan
orang dewasa berupa pendidikan agar anak didik menjadi dewasa akan mungkin
dicapai oleh anak didik. Hal ini disebabakan anak didik memiliki potensi untuk menjadi manusia dewasa;dan
ia memiliki dinamika, yaitu aktif
sedang berkembang dan mengembangkan diri, serta aktif dalam menghadapi
lingkungannya dalam upaya mencapai kedewasaan.
Karakteristik
anak didik sebagaimana dikemukakan di atas memberikan implikasi yang harus
diperhatikan oleh pendidik. Sekalipun anak didik mempunyai keteregantungan
kepada pendidik, namun pendidik tidak boleh memperlakukan anak didik secara
semena-mena;anak didik tidak boleh dipandang sebagai “objek” yang dapat
diperlakukan sekehendak hati pendidik.
C.
Pendidik
Kata
pendidik (guru/ dosen/ seprofesinya) berasal dari bahasa Indonesia yang berarti
orang yang mengajar. Dalam bahasa inggris disebut Teacher; dan dalam bahasa
Arab –antara lain- disebut Mu’allim, artinya orang yang banyak mengetahui dan
biasanya digunakan para ahli pendidikan sebagai sebutan untuk guru. Didalam
dunia pendidikan unsur yang melakukan tugas mendidik dikenal dengan dua sebutan
yaitu pendidik dan guru. Pendidik adalah orang yang berperan mendidik,
membimbing dan melakukan tugas pendidikan (tarbiyah). Sedangkan guru adalah
orang yang melakukan tugas mengajar (ta'lim), dan guru sering dimaknai pula
sebagai pendidik meskipun dalam beberapa kasus seorang guru sering kali belum
mampu bersikap sebagai pendidik sekaligus. Pendidik dalam proses belajar
mengajar secara otomatis terlibat dalam proses pengajaran, demikian juga
pengajar/guru pada saat melakukan proses pembelajaran ia juga harus menjaga
moral dan keteladanan bagi muridnya. Pendidikan mempunyai kedalaman etik dan
ruhani dibanding pengajaran atau pembelajaran. Namun, dua istilah dalam dunia
pendidikan (pendidik dan guru) secara substansi tidak ada perbedaan karena
pendidikan dan pengajaran tidak dapat dipisahkan secara dikotomis.
Definisi
diatas juga sejalan dengan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional bahwa pendidik berarti tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator dan
lain-lain, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan
Pendidik adalah orang dewasa yang
bertanggung jawab atas pendidikan anak didik dan secara sengaja membantu anak
didik agar mencapai kedewasaan. Pendidik adalah orang dewasa, adapun
karakteristiknya adalah sebagai berikut :
1.
Mandiri atau mampu berdiri sendiri;
2.
Bertanggung jawab; dan
3. Mampu
menyerahkan diri.
Karakteristik pertama orang dewasa
adalah orang yang telah mandiri, artinya orang yang dalam kehidupannya tidak
lagi tergantung kepada orang lain karena ia telah memiliki berbagai kelebihan
dibanding anak, baik dalam hal pengetahuan, keterampilan, sikap, dan lain-lain.
Karakteristik kedua orang dewasa
adalah orang yang bertanggung jawab, artinya mampu menentukan keputusan atau
tindakan atas pilihannya sendiri dan mampu menerima segala konsekuensi atas
keputusan atau tindakannya.
Karakteristik ketiga orang dewasa
adalah mampu menyerahkan diri, artinya berani berkorban demi nilai-nilai dan
norma-norma yang diakuinya, demi cita-cita atau demi tujuan hidupnya,
pekerjaannya, orang lain atau masyarakat dan demi Tuhannya. Orang dewasa adalah
orang yang telah menjadi manusia tertentu atau orang yang telah terintegrasi
dengan nilai dan norma yang diakuinya.
Pendidik adalah orang dewasa yang
bertanggung jawab atas pendidikan anak. Artinya orang yang merasa terpanggil
dan merasa berkewajiban membantu anak, menerima dan memposisikan diri sebagai
pendidik, serta berani menerima segala konsekuensi atas resiko, atas
pelaksanaan berbagai peranan sesuai posisinya.
Pendidik adalah orang yang secara
sengaja membantu anak agar mencapai kedewasaan, artinya orang yang memiliki
kesadaran akan dasar dan tujuan pendidikan, serta melakukan berbagai tindakan
atau kegiatan pendidikan yang kesemuanya itu diarahkan semata-mata untuk
membantu anak dalam mencapai kedewasaan.
Secara faktual pendidik dapat
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu :
1.
Pendidik kodrati. Contoh : Ibu dan ayah
2.
Pendidik profesional atau pendidik
karena jabatan. Contoh : guru, dosen, dll.
Di
pihak lain motif pendidik melaksanakan pendidikan pun dapat dibedakan menjadi
dua kategori :
1.
Motif intrinsik, yaitu dorongan untuk
bertindak, yang muncul dari dalam diri pendidik. Contoh : rasa kasih sayang
kepada anak sehingga ia rela berkorban melaksanakan pendidikan bagi anak
didiknya.
2.
Motif ekstrinsik, yaitu dorongan untuk
bertindak, yang muncul dari luar diri pendidik. Contoh : surat tugas untuk
melaksanakan pendidikan dari pemerintah, surat tugas untuk melaksanakan
pendidikan dari ketua yayasan, dsb.
Motif intrinsik berupa kasih sayang
dari pendidik terhadap anak didik merupakan motif yang sangat penting dalam rangka
pendidikan. Kasih sayang akan mampu mendorong pendidik untuk mengarahkan anak
didik kepada hal – hal yang baik dan bermanfaat. Atas dasar kasih sayang ia pun
akan rela berkorban tanpa pamrih demi kepentingan anak didiknya. Sehubungan
dengan itu kasih sayang merupakan dasar bagi pendidikan. Jan Lightart dalam
Tatang dan Kurniasih menyatakan seluruh pendidikan ialah masalah kasih sayang,
kesabaran dan kebijaksanaan, dan dua yang terakhir ini tumbuh bila yang pertama
hadir dengan jelas. Namun demikian tidak berarti bahwa motif intrinsik menjadi
kurang penting, sebab pada dasarnya tindakan manusia akan tertentukan baik oleh
motif intrinsik maupun motif ekstrinsik.
Selain hal diatas, pendidik harus
mampu bergaul atau berkomunikasi dengan anak didik. Syarat untuk mampu bergaul
dengan anak didik ini antara lain:
1.
pendidik harus kenal karakteristik anak
didik (seperti: kebiasaan, minat, bakat, latar belakang keluarga,
lingkungannya, dll);
2.
pendidik harus mampu beridentifikasi
dengan anak didik, maksudnya ia harus mengenal dunia anak, tahap perkembangan
anak dan bertindak sesuai dengan karakteristik keanakan anak didik. Semua ini
diperlukan agar pendidik dipandang wajar dan dapat diterima oleh anak, tindakan
– tindakannya dipahami anak didik dan pada akhirnya pengaruhnya dapat dan mudah
diterima anak didik.
Dalam hubungannya dengan anak didik,
pendidik (khususnya para guru, seperti guru SD, dan para guru di sekolah
lainnya) mempunyai peranan-peranan tertentu yang harus dilaksanakan.
Peranan-peranan pendidik yang dimaksud antara lain sebagai berikut:
a.
pendidik sebagai pengganti kata hati
anak didik.
b.
pendidik sebagai pengelola kegiatan
belajar atau pembelajaran.
c.
pendidik sebagai teladan bagi anak
didiknya.
d.
pendidik sebagai motivator belajar.
e.
pendidik sebagai pembimbing atau pamong.
f.
pendidik sebagai fasilitator.
g.
pendidik sebagai evaluator.
D.
Peranan
Pendidik
a. Pendidik sebagai Pengganti Kata
Hati Anak Didik
Sesuai
dengan moralitas, individualitas, dan dinamikanya, pada dasarnya anak didik
berkeinginan dan berupaya untuk mencapai kedewasaan. Namun, karena anak belum
sepenuhnya mengenal norma, nilai, dan tujuannya, maka pendidik harus
beridentifikasi kepada anak untuk mewakili kata hati anak dalam menentukan
tujuan pendidikan, isi pendidikan, dll.
b. Pendidik sebagai Pengelola Kegiatan
Pembelajaran
Sebagai
pengelola kegiatan pembelajaran, pendidik di lingkungan pendidikan formal
(seperti: guru SD, dan para guru di sekolah lainnya, termasuk juga di TK) harus
menyusun rencana kegiatan pembelajaran atau rencana persiapan pembelajaran,
melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran
belajar. Demikian pula para pendidik di lingkungan pendidikan informal
(keluarga) atau para pendidik di lingkungan pendidikan nonformal tertentu.
Namun perlu dicatat, bahwa sifat pelaksanaan peranan pendidik sebagai pengelola
kegiatan pembelajaran di lingkungan pendidikan informal dan pendidikan
nonformal tertentu berbeda dalam hal formalitasnya dibandingkan dengan para
pendidik (guru) di lingkungan pendidikan formal (sekolah).
c. Pendidik sebagai Teladan Bagi Anak
Didik
Pendidik
harus berperan sebagai teladan bagi anak didik. Pendidik harus sadar bahwa ia
menjadi model bagi anak didiknya dalam berimitasi dan beridentifikasi.
Mengingat peranannya itu, maka nilai – nilai, norma – norma, pengetahuan,
sikap, dsb. Hendaknya telah terintegrasi pada diri pendidik sebagai wujud dari
kedewasaannya.
Hal
di atas perlu disadari dan dilaksanakan oleh pendidik karena pada dasarnnya
anak didik memiliki kecenderungan untuk melakukan imitasi dan beridentifikasi
kepada pendidiknya. Apalagi anak didik yang masih kecil (seperti murid TK dan
siswa di SD) relatif masih berpikir konkret dimana ia belum dapat membedakan
anatara nilai dengan orang yang melaksankan nilai. Bagi mereka, nilai dan norma
masih dipandang melekat dalam diri pendidiknya. Pendidik merupakan perwujudan
dari nilai itu sendiri. Berkaitan dengan ini kita mengenal semboyan Ing Ngarso Sung Tulodo, artinya bahwa
pendidik hendaknya menjadi teladan bagi anak didiknya.
d. Motivator
Insting,
hawa nafsu, lingkungan, dll. Ada kemungkinan menghambat anak dalam belajar.
Mungkin anak didik kurang bergairah karena ada hambatan atau kesulitan dalam
belajar, malas belajar, atau ragu-ragu dalam melakukan sesuatu. Jika gejala ini
muncul, pendidik perlu membangkitkan kemauan pada diri anak didik agar terus
belajar sesuai dengan kemampuan dan kondisinya masing – masing. Dengan kata
lain pendidik harus berperan sebagai motivator. Pendidik perlu melaksanakan
semboyan Ing Madya Mangun Karso.
Maksudnya pendidik hendaknya berperan untuk membangun kemauan belajar pada diri
anak didik.
Sejalan
dengan pergeseran makna pembelajaran dari pembelajaran yang berorientasi kepada
guru (teacher oriented) ke
pembelajaran yang berorientasi kepada anak didik (student oriented), maka peran pendidik dalam proses pembelajaran
pun mengalami pergeseran, salah satunya adalah penguatan peran guru yang
merupakan pendidik sebagai motivator.
Proses
pembelajaran akan berhasil manakala anak didik mempunyai motivasi dalam belajar.
Oleh sebab itu, pendidik perlu menumbuhkan motivasi belajar anak didik. Untuk
memperoleh hasil belajar yang optimal, pendidik dituntut kreatif membangkitkan
motivasi belajar anak didik, sehingga terbentuk perilaku belajar anak didik yang efektif.
Dalam
perspektif manajemen maupun psikologi, kita dapat menjumpai beberapa teori
tentang motivasi (motivation) dan
pemotivasian (motivating) yang
diharapkan dapat membantu para pendidik untuk mengembangkan keterampilannya
dalam memotivasi para anak didiknya agar menunjukkan prestasi belajar atau
kinerjanya secara unggul. Kendati demikian, dalam praktiknya memang harus
diakui bahwa upaya untuk menerapkan teori-teori tersebut atau dengan kata lain
untuk dapat menjadi seorang motivator yang hebat bukanlah hal yang sederhana,
mengingat begitu kompleksnya masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku
individu (anak didik), baik yang terkait dengan faktor-faktor internal dari
individu itu sendiri maupun keadaan eksternal yang mempengaruhinya.
Terlepas
dari kompleksitas dalam kegiatan pemotivasian tersebut,
dengan merujuk pada pemikiran Wina Senjaya (2008), di bawah ini dikemukakan
beberapa petunjuk umum bagi pendidik dalam rangka meningkatkan motivasi belajar
anak didik.
1. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
2. Membangkitkan minat anak didik.
3. Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
4. Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan anak didik.
5. Berikan penilaian.
6. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan anak didik.
7. Ciptakan persaingan dan kerja sama.
Di samping
beberapa petunjuk cara membangkitkan motivasi belajar anak didik di atas,
adakalanya motivasi itu juga dapat dibangkitkan dengan cara-cara lain yang
sifatnya negatif seperti memberikan hukuman, teguran, dan kecaman, memberikan
tugas yang sedikit berat (menantang). Namun, teknik-teknik semacam itu hanya
bisa digunakan dalam kasus-kasus tertentu. Beberapa ahli mengatakan dengan
membangkitkan motivasi dengan cara-cara semacam itu lebih banyak merugikan anak
didik. Untuk itulah seandainya masih bisa dengan cara-cara yang positif,
sebaiknya membangkitkan motivasi dengan cara negatif dihindari.
E. Fasilitator
Dalam konteks
pendidikan, istilah fasilitator semula
lebih banyak diterapkan untuk kepentingan pendidikan orang dewasa (andragogi),
khususnya dalam lingkungan pendidikan non formal. Namun sejalan dengan
perubahan makna pengajaran yang lebih menekankan pada aktivitas anak didik,
belakangan ini di Indonesia istilah fasilitator pun
mulai diadopsi dalam lingkungan pendidikan formal di sekolah, yakni berkenaan
dengan peran pendidik pada saat melaksanakan interaksi belajar mengajar.
Wina Senjaya
(2008) menyebutkan bahwa sebagai
fasilitator, pendidik berperan memberikan pelayanan untuk memudahkan anak didik
dalam kegiatan proses pembelajaran. Peran pendidik sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap
perubahan pola hubungan pendidik-anak didik, yang semula lebih
bersifat “top-down” ke hubungan
kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”,
pendidik seringkali diposisikan sebagai “atasan” yang cenderung bersifat
otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, sebagaimana
disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata, 2001). Sementara, anak didik
lebih diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi
dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh pendidik.
Berbeda
dengan pola hubungan “top-down”,
hubungan kemitraan antara pendidik dengan anak didik, pendidik bertindak
sebagai pendamping belajar para anak didiknya dengan suasana belajar yang
demokratis dan menyenangkan. Oleh karena itu, agar pendidik dapat menjalankan
perannya sebagai fasilitator seyogyanya pendidik dapat memenuhi prinsip-prinsip
belajar yang dikembangkan dalam pendidikan kemitraan, yaitu bahwa anak didik
akan belajar dengan baik apabila:
1. Anak didik secara penuh dapat mengambil
bagian dalam setiap aktivitas pembelajaran.
2. Apa yang dipelajari bermanfaat dan praktis (usable).
3. Anak didik mempunyai kesempatan untuk
memanfaatkan secara penuh pengetahuan dan keterampilannya dalam waktu yang
cukup.
4. Pembelajaran dapat mempertimbangkan dan
disesuaikan dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya dan daya pikir anak didik.
5. Terbina saling pengertian, baik antara
pendidik dengan anak didik maupun anak didik dengan anak didik
F. Evaluator
Dalam dunia pendidikan, kita ketahui bahwa setiap jenis dan
jenjang
pendidikan pada waktu-waktu tertentu/periode pendidikan selalu mengadakan
evaluasi, artinya penilaian yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik
maupun pendidik.
pendidikan pada waktu-waktu tertentu/periode pendidikan selalu mengadakan
evaluasi, artinya penilaian yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik
maupun pendidik.
Demikian pula setiap kali proses belajar mengajar, pendidik
hendaknya menjadi evaluator yang
baik. Penilaian dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai
atau tidak, apakah materi yang diajarkan sudah
dikuasai atau belum oleh anak didik, dan apakah metode yang digunakan sudah cukup tepat.
Penilaian perlu dilakukan, karena melalui penilaian pendidik
dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan, penguasaan anak didik terhadap pelajaran, serta
ketepatan metode mengajar. Tujuan lain penilaian ialah untuk mengetahui kedudukan anak didik di dalam kelas
atau kelompoknya.
Dalam penilaian, pendidik dapat menetapkan apakah seorang
anak didik termasuk dalam
kelompok anak didik pandai, sedang, kurang, atau cukup baik di kelasnya, jika dibandingkan dengan
teman-temannya.
Dengan menelaah pencapaian tujuan mengajar, pendidik dapat
mengetahui
apakah proses belajar mengajar yang dilakukan cukup efektif, cukup memberikan
hasil yang baik dan memuaskan, atau sebaliknya. Kiranya jelas bahwa pendidik harus mampu dan terampil dalam melaksanakan penilaian, karena dalam
penilaian, pendidik dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh anak didik setelah ia mengikuti proses belajar mengajar.
apakah proses belajar mengajar yang dilakukan cukup efektif, cukup memberikan
hasil yang baik dan memuaskan, atau sebaliknya. Kiranya jelas bahwa pendidik harus mampu dan terampil dalam melaksanakan penilaian, karena dalam
penilaian, pendidik dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh anak didik setelah ia mengikuti proses belajar mengajar.
Dalam fungsinya sebagai penilaian hasil belajar anak didik,
pendidik hendaknya secara terus
menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai anak didik dari waktu ke waktu. Informasi yang
diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan
balik terhadap proses belajar mengajar, di mana umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian, proses
belajar mengajar akan terus menerus ditingkatkan
untuk memperoleh hasil yang optimal.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidik
mempunyai peranan utama dan
sangat menentukan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, karena kegiatan belajar mengajar
merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anak didik dan
pendidik memiliki karakteristiknya masing-masing. Seorang anak tidak selamanya
berada pada posisi sebagai anak didik, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut
menjadikan anak didik dan pendidik memiliki peranannya yang berbeda satu sama
lain. Peran pendidik menjadi satu hal yang paling utama karena pendidik harus
bisa memenuhi kebutuhan anak didiknya dalam rangka mencapai kedewasaan. Maka
dari itu, seorang calon guru SD sebagai seorang pendidik harus memahami hal-hal
berkaitan dengan anak didik dan dirinya sendiri sebagai seorang pendidik.
B.
Saran
Saran untuk makalah ini agar bisa
dimanfaatkan sebaik-baiknya dan setiap informasinya bisa menjadi wawasan
pengetahuan bagi kita semua. Semoga makalah ini menjadi stimulus bagi pembaca
agar menggali informasi yang lebih luas lagi mengenai anak didik dan pendidik.
DAFTAR PUSTAKA
Sadulloh Uyoh, dkk. (2011). Pedagogik. Bandung: Alfabeta.
Syarifudin Tatang, Kurniasih. (2009). Pedagogik Teoritis Sistematis. Bandung:
Percikan Ilmu.
Sudrajat,
Akhmad. (2008). Peran Guru sebagai Motivator. [Online] Tersedia : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/22/peran-pendidik-sebagai-motivator-dalam-ktsp/
[13 April 2013]
Mantabjaya. (2011). Guru sebagai Evaluator. [Online]
Tersedia : http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2154390-pendidik-sebagai-evaluator/#ixzz2QQI9wLkt [12 April 2013]
No comments:
Post a Comment