Sunday 12 May 2013

Hakikat Perkembangan Anak Didik Usia Sekolah Dasar

BAB I
PENDAHULUAN
                                                                          
A. Latar Belakang
Dewasa ini, masih banyak orang yang kurang memahami akan konsep perkembangan anak sekolah dasar. Hal itu dikarenakan banyak hal, diantaranya kurangnya kepedulian terhadap apa yang hadir dalam setiap perkembangan yang dilalui anak. Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk mencoba memaparkan konsep perkembangan anak sekolah dasar  yang akan menjadi salah satu referensi dalam memahami konsep perkembangan tersebut.
Perkembangan anak usia sekolah dasar disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir anak yang merupakan kelanjutan dari masa awal anak. Permulaan masa pertengahan dan akhir ini ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik, motorik, kognitif, dan psikososial anak.
            Masalah mengenai konsep perkembangan ini, akan menjadi kompleks ketika ada satu tahap perkembangan yang terlewati karena kurangnya pemahaman 
Sehingga pemahaman mengenai hal tersebut pun menjadi sangat penting untuk di pahami.
           
B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hakikat perkembangan anak didik usia sekolah dasar ?
2.      Apa saja hal-hal yang berkaitan dengan hakikat perkembangan anak
didik di sekolah dasar ?
3.      Bagaimana perkembangan anak sekolah dasar ?

C. Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui dan memahami hakikat perkembangan anak didik usia sekolah dasar.
2.      Mengetahi dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan hakikat perkembangan anak didik di sekolah dasar.
3.      Mengetahui dan memahami perkembangan anak sekolah dasar.
D. Metode Penulisan
            Makalah konsep perkembangan anak sekolah dasar ini, dibuat berdasarkan hasil studi pustaka. Yang dilakukan untuk memenuhi materi yang memerlukan referensi dari buku-buku yang terkait dengan permasalahan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Perkembangan Anak Didik Usia SD
1.      Pengertian Perkembangan dan Pertumbuhan
Istilah perkembangan seringkali digandengkan dengan pertumbuhan, kematangan, dan perubahan. Satu sama lain memiliki hubungan yang sangat erat.  Pada dasarnya merupakan perubahan, yaitu perubahan menuju ke tahap yang lebih tinggi atau lebih sempurna. Ada beberapa perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan aspek  jasmaniah, sedangkan perkembangan menyangkut aspek rohaniah. Pertumbuhan menunjukan perubahan kuantitas sedangkan perkembangan menunjukkan kualitas. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan berkenaan dengan penyempurnaan struktur sedangkan perkembangan berkenaan dengan penyempurnaan fungsi  dalam hal ini tersangkut juga perihal kematangan yang merupakan saat atau masa yang terbaik bagi berfungsinya aspek-aspek kepribadian tertentu. Contoh: Usia satu tahun adalah masa kematangan bayi untuk berjalan, usia enam tahun bagi kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.  Selain itu pertumbuhan suatu aspek tertentu akan berhenti atau berakhir bila telah maksimal, sedangkan perkembangan terus berlangsung sampai akhir hidupnya.
Berikut ini adalah uraian mengenai aspek-aspek tersebut :
1.      Perkembangan (development)
Menurut Hawadi (2001) dalam Desmita (2005: 4), “Perkembangan secara luas menunjuk kepada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Dalam istilah perkembangan juga tercakup konsep usia yang diawali dari saat pembuahan dan yang berakhir kematian.”
Menurut Santrock & Yussen (1992) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 2), “Perkembangan adalah pola perubahan individu yang berawal pada konsepsi dan terus berlangsung sepanjang hayat. Namun tidak setiap perubahan merupakan perkembangan.
Dengan belajar, perilaku individu juga bisa berubah. Demikian pula faktor peristiwa atau pengaruh penggunaan obat tertentu, individu juga bisa berubah. Untuk itu perlu ada penjelasan lebih rinci tentang perubahan yang dimaksud sebagai perkembangan.
Pertama, perubahan dalam arti perkembangan terutama berakar pada unsur biologis (Bjorklund& Bjorklund, 1992) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 2). Pengalaman-pengalaman atau aktivitas-aktivitas khusus anak dapat menimbulkan perubahan pada diri yang bersangkutan. Misalnya, seorang anak yang berlatih menari menjadi terampil menari; anak yang belajar matematika atau berhitung menjadi mahir dalam mengerjakan soal-soal hitungan: atau anak yang  belajar bernyanyi menjadi piawai dalam bernyanyi, melainkan lebih merupakan perubahan dalam arti belajar, yakni perubahan yang lebih singkat dan merupakan fungsi langsung dari pengalaman-pengalaman khusus yang diupayakan. Perubahan dalam arti perkembangan lebih berkaitan dengan fungsi waktu dan kematangan biologis sehingga terjadi dalam periode yang lebih lama dan bersifat umum, tidak terkaitkan dengan peristiwa atau pengalaman khusus tertentu. Namun tak dapat dipungkiri bahwa pengalaman belajar yang dialami seseorang akan mempengaruhi proses perkembangan yang bersangkutan.
Kedua, perkembangan dapat mencakup perubahan baik dalam struktur maupun fungsi (Bjorklund & Bjorklund, 1996) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 3). Perubahan dalam struktur lazimnya merujuk kepada perubahan fisik baik dalam hal ukuran maupun bentuknya (seperti perubahan lengan, kaki, otot, jaringan syaraf, atau bagian-bagian tubuh lainnya) sedangkan perubahan fungsi mengacu kepada perubahan dalam hal aktivitas yang secara inheren terdapat dalam struktur fungsi tersebut (seperti kelenturan otot, keterampilan bergerak, kemampuan berpikir, reaksi-reaksi emosional, dan perubahan-perubahan sejenis lainnya). Dengan kata lain, perubahan struktur mengacu kepada perubahan wujud jasadnya, sedangkan perubahan fungsi mengacu kepada perubahan aspek mental atau aktivitas yang ditimbulkan sehubungan  dengan adanya perubahan dalam jasad tersebut.
Ketiga, perubahan dalam arti perkembangan dalam arti terpola, teratur, terorganisasi, dan dapat diprediksi (Bjorklund & Bjorklund, 1992; Santrock & Yussen, 1992) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 3). Ini berarti bahwa secara normal, perkembangan individu mengikuti pola-pola tertentu yang sudah dapat diketahui dan diperkirakan. Misalnya, seorang anak akan bisa duduk setelah bisa menelungkup, akan merangkak setelah duduk, dan akan berjalan setelah merangkak. Lebih jauh dari itu, bahkan waktu terjadinyapun dapat diperkirakan. Sebagai contoh, anak bisa duduk sendiri pada sekitar usia 6 bulan, bisa merangkak sekitar usia 7 bulan, bisa berjalan sendiri sekitar usia 11-12 bulan, bisa mengucapkan kata pertama pada usia 10-12 bulan, lebih menyenangi aktivitas bermain simbolik  pada kira-kira usia  sekitar 4-5 tahun, dan lebih menyenangi aktivitas permainan (games) yang melibatkan aturan pada sekitar usia 7-8 tahun.
Keempat, meskipun bersifat terpola, perkembangan juga bersifat unik bagi setiap individu (Bjorklund & Bjorklund, 1992; Santrock &Yussen, 1992) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 3). Dalam hal ini Santrock & Yussen (1992) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 3) menyatakan sebagi berikut: “Each of us develops in certain ways like all other individuals, and like no other individuals”. Artinya, masing-masing kita berkembangan dalam cara-cara tertentu seperti semua individu yang lain, seperti beberapa individu yang lain, dan seperti tidak ada individu yang lain. Jadi di samping adanya kesamaan-kesamaan umum dalam pola-pola perkembangan  yang dialami oleh setiap individu, terjadinya variasi individual dalam perkembangan anak  bisa terjadi pada setiap saat. Hal ini terjadi karena perkembangan itu sendiri merupakan suatu perubahan yang kompleks, melibatkan berbagai unsur  yang saling berpengaruh satu sama lain.
Kelima, perubahan dalam arti perkembangan terjadi secara bertahap (Seifert & Hoffnung) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 3) dalam jangka waktu yang relatif lama (Bjorklund & Bjorklund) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 3). Maksudnya bahwa perubahan dalam arti perkembangan  bukan merupakan perubahan yang sifatnya sesaat, melainkan terjadi dalam suatu proses yang berlangsung secara berkelanjutan dalam waktu yang relatif lama.
Keenam, perubahan dalam arti perkembangan dapat berlangsung sepanjang hayat dari mulai sejak masa konsepsi hingga meninggal dunia (Santrock &Yussen, 1992; Bjorklund & Bjorklund, 1992) dalam Amin Budiamin, dkk (2006: 3). Perkembangan tidak hanya terbatas sampai dengan masa remaja, melainkan dapat berlanjut terus hingga seseorang meninggal dunia. Ini juga berarti bahwa perubahan dalam arti perkembangan tidak hanya mencakup proses pertumbuhan, pematangan, dan penyempurnaan, melainkan juga mencakup proses penurunan dan perusakan.
Dengan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan dapat didefinisikan  sebagai pola perubahan organisme (individu) baik dalam struktur maupun fungsi (fisik maupun psikis)  yang terjadi secara teratur dan terorganisasi secara langsung sepanjang hayat.

2.      Pertumbuhan (growth)
Istilah pertumbuhan (growth) dimaksudkan sebagai perubahan dalam aspek jasmaniah seperti berubahnya struktur tulang, tinggi dan berat badan, proporsi badan, semakin sempurnanya jaringan syaraf, dan sejenisnya. Dengan kata lain, pengertian pertumbuhan itu  lebih bersifat kuantitatif  dan terbatas pada pola perubahan fisik yang dialami individu sebagai hasil dari proses pematangan. Dalam arti yang lebih luas, menurut Witherington & Hurlock (Amin Budiamin, dkk, 2005: 4) istilah petumbuhan dapat pula mencakup perubahan secara psikis kalau perubahan tersebut berupa munculnya sesuatu fungsi yang baru seperti munculnya kemampuan berpikir, simbolik, munculnya kemampuan berpikir abstrak.
Menurut Ahmad Thonthowi (1993) dalam Desmita (2005: 5), pertumbuhan yaitu perubahan jasad yang meningkat dalam ukuran (size) sebagai akibat dari adanya perbanyakan (multiplication) sel-sel.
Singkatnya dapat disimpulkan bahwa pengertian pertumbuhan tercakup dalam pengertian perkembangan, tetapi tidak setiap perubahan dalam arti perkembangan merupakan pertumbuhan. Pertumbuhan terbatas pada perubahan-perubahan yang bersifat evolusi (menuju ke arah yang lebih sempurna) sedangkan perkembangan dapat pula mencakup perubahan-perubahan yang bersifat involusi (penurunan dan perusakan ke arah kematian).

3.      Kematangan (maturation)
Pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani yang disebutkan di atas, sebenarnya merupakan satu kesatuan dalam diri manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain. Laju perkembangan rohani dipengaruhi oleh laju pertumbuhan jasmani, demikian sebaliknya. Pertumbuhan dan perkembangan itu pada umumnya berjalan selaras dan pada tahap-tahap tertentu menghasilkan suatu “kematangan”, baik kematangan jasmani maupun kematangan mental.
Istilah “kematangan”, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan maturation, sering dilawankan dengan immaturation, yang artinya tidak matang. Seperti pertumbuhan, kematangan juga berasal dari istilah yang sering digunakan dalam biologi, yang menunjuk pada kera numan atau kematangan. Kemudian istilah ini diambil untuk digunakan dalam perkembangan individu karena dipandang terdapat kesesuaian. Menurut Chaplin (2002) dalam Desmita ( 2005: 6), mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kematangan atau usia matang, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal dari keturunan, atau merupakan tingkah laku khusus spesies (jenis, rumpun).
Sementara itu, Davidoff (1988) dalam Desmita ( 2005: 6), menggunakan istilah kematangan (maturation) untuk menunjuk pada munculnya pola perilaku tertentu yang tergantung pada pertumbuhan jasmani kesiapan susunan saraf.

2.      Anak Sebagai Suatu Totalitas
Sebagai objek studi psikologi perkembangan, anak dipandang sebagai suatu totalitas. Konsep anak sebagai suatu totalitas sekurang-kurangnya dapat mengandung tiga pengertian berikut: (a) anak adalah makhluk hidup (organisme) yang merupakan suatu kesatuan dari keseluruhan aspek  yang teerdapat dalam dirinya; (b) dalam kehidupan dan perkembangan anak, keseluruhan aspek anak tersebut saling terjalin satu sama lain; dan (c) anak berbeda dari orang dewasa bukan sekedar secara fisik, tetapi secara keseluruhan.
Sebagai suatu totalitas, anak dipandang makhluk hidup (organisme) yang utuh, yakni sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan aspek fisik dan psikis yang terdapat dalam dirinya. Keseluruhan aspek fisik dan psikis tersebut tak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena itu, anak dipandang sebagai individu. Istilah individu berasal dari kata individed yang berarti tak dapat dipisahkan antara satu bagian dengan bagian lainnya. Dalam hal ini, tentunya anda tidak akan memandang sebagai anak kepada sekumpulan organ tubuh anak (misalnya ada kepala, bagian tubuh, lengan, dan dua kaki) yang terpisah satu sama lain.
Lebih lanjut, konsep anak sebagai suatu totalitas, atau kesatuan mengandung arti bahwa terdapat saling keterjalinan atau keterkaitan antara keseluruhan aspek yang terdapat dalam diri anak tersebut secara terintegrasi saling terjalin dan saling memberikan dukungan satu sama lain. Misalnya, anak yang sedang sakit panas biasanya akan lain perilakunya (rewel); anak yang sedang dimarahi orang tuanya bisa tidak berselera makan; anak yang sedang marah bisa menangis menjerit-jerit. Contoh-contoh tersebut mengilustrasikan  adanya keterkaitan dan keterpaduan dalam proses kehidupan dan aktivitas anak. Reaksi-reaksi psikis selalu disertai dengan reaksi fisiknya, begitu pula sebaliknya.
Bila dibandingkan dengan orang dewasa, konsep anak sebagai suatu totalitas juga mengandung arti bahwa perbedaan anak dengan orang dewasa tidak terbatas secara fisik melainkan secara keseluruhan. Anak bukan miniatur dari orang dewasa, tetapi anak adalah anak yang dalam keseluruhan aspek dirinya bisa berbeda dari orang dewasa. Secara fisik, anak sedangkan mengalami pertumbuhan yang pesat; sebaliknya, fisik orang dewasa sudah relatif tidak berkembang lagi. Sementara anak cenderung didominasi oleh pola pikir yang bersifat egosentrik, sedangkan orang dewasa sudah lebih mampu berpikir empatik dan sosial. Begitu juga, kalau daya pikir anak masih terbatas pada hal-hal yang konkret, maka orang dewasa sudah mampu berpikir abstrak dan universal.
Demikianlah pengertian anak sebagai suatu totalitas, yakni sebagai suatu organisme atau individu yang merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dari keseluruhan organ fisik dan aspek psikis yang terdapat dalam dirinya. Keseluruhan aspek yang terdapat dalam diri anak tersebut saling terjalin satu sama lain. Karena itu, perbedaan anak dengan orang dewasa tidak hanya terjadi dalam aspek fisik atau psikis, melainkan secara keseluruhan.

3.      Perkembangan Sebagai Proses Holistik dari Aspek Biologis, Kognitif, dan Psikososial
Sesuai dengan konsep anak sebagai suatu totalitas atau sebagai individu, perkembangan juga merupakan suatu proses yng sifatnya menyeluruh (holistik). Artinya, perkembangan itu terjadi tidak hanya dalam aspek teretentu, melainkan melibatkan keseluruhan aspek yang saling terjalin (interwoven) satu sama lain.
Secara garis besar, proses perkembangan individu dapat di kelompokkan kedalam tiga domain: proses kognitif, biologis, dan psikososial. (Santrock& Yussen, 1992; Seifert & Hoffnung, 1991) dalam Amin Budiamin, dkk ( 2006: 5). Pengelompokkan ini lebih dimaksudkan untuk kepentingan dalam penjelasan karena dalam prakteknya ketiga domain proses perkembangan tersebut merupakan sesuatu yang terpadu dan saling berpengaruh satu sama lain.
Proses-proses biologis atau perkembangan fisik mencakup perubahan-perubahan dalam tubuh individu seperti pertumbuhan otak, otot, sistem syaraf, struktur tulang, hormon, organ-organ inderawi, dan sejenisnya. Perubahan-perubahan dalam cara menggunakan tubuh atau keterampilan motorik dapat dikelompokkan kedalam domain proses pertumbuhan biologis ini. Kedalam domain perkembangan ini juga termasuk perubahan dalam kemampuan fisik seperti perubahan dalam proses penglihatan, kekuatan otot, dan sejenisnya. Tetapi domain perkembangan ini tidak mencakup perubahan fisik karena kecelakaan,  sakit, dan peristiwa-peristiwa khusus lainnya.
Proses-proses kogntif melibatkan perubahan-perubahan dalam kemampuan dan pola berpikir, kemahiran berbahasa, dan cara individu memperoleh pengetahuan dari lingkungannya. Aktivitas-aktivitas seperti mengamati dan mengklasifikasikan benda-benda, menyatukan beberapa kata menjadi satu kalimat, menghafal sajak atau doa, memecahkan soal-soal matematika, dan menceritakan pengalam merefleksikan peran proses kognitif dalam perkembangan anak.
Meskipun dalam prakteknya sulit untuk dipisahkan, namun perlu dibedakan antara perkembangan kognitif dengan perubahan dalam arti belajar. Perkembangan kognitif mengacu kepada perubahan-perubahan penting dalam pola dan kemampuan berpikir serta kemahiran berbahasa, tetapi belajar cenderung lebih terbatas pada perubahan-perubahan sebagai hasil dari pengalaman atau peristiwa yang relatif spesifik. Selain itu, perubahan-perubahan yang dipelajari sering kali terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi perkembangan kognitif terjadi dalam kurun waktu yang relatif lama. Perkembangan kognitif anak dan pengalaman belajar ini sangat erat kaitannya dan saling berpengaruh satu sama lain. Perkembangan kognitif anak akan memfasilitasi atau membatasi kemampuan belajar anak, sebaliknya pengalaman belajar anak juga akan sangat memfasilitasi perkembangan kognitifnya.
Proses-proses psikososial melibatkan perubahan-perubahan dalam aspek perasaan, emosi, dan kepribadian individu serta cara yang bersangkurtan dengan orang lain. Dengan demikian, perkembangan identitas diri (self identity) dan krisis-krisis yang menyertainya serta perkembangan cara dan pola hubungan dengan anggota keluarga, teman sebaya, guru-guru dan yang lainnya dapat dikelompokkan kedalam domain perkembangan ini. Senyuman bayi dalam merespon sentuhan dan sapaaan ibunya, perilaku agresif anak terhadap teman bermain, rasa percaya diri dan keberanian anak, perkembangan hubungan pertemanan diantara anak merefleksikan proses-proses psikososial dalam perkembangan anak.

4.      Kematangan Vs Pengalaman Dalam Perkembangan Anak
Kematangan (maturation) adalah urutan perubahan yang dialami individu secara teratur yang ditentukan oleh rancangan genetiknya (Santrock & Yussen, 1992) dalam Amin Budiamin, dkk ( 2006: 6). Dalam bahasan ini kematangan dipandang sebagai suatu pembawaan (nature), yakni sebagai warisan biologis organisme yang dibawa sejak lahir.
Di sisi lain, pengalaman (experience) merupakan peristiwa-peristiwa yang dialami individu dalam berinteraksi dengan lingkungan. Disini pengalaman dipandang sebagai unsur lingkungan, yakni sebagai pengalaman-pengalaman environmental yang diperoleh individu dalam kehidupannya.
Para ahli psikologi perkembangan yang menekankan unsur kematangan atau pembawaan (maturationists) mengklaim warisan biologis sebagai unsur yang paling mempengaruhi perkembangan anak. Sedangkan para ahli yang mengutamakan unsur pengalaman menganggap pengalaman environmental sebagai faktor yang paling penting dalam perkembangan anak. Akan tetapi, menurut kami keduanya saling mempengaruhi satu sama lain terhadap perkembangan anak.
Menurut pandangan maturasional, pada dasarnya individu berkembang dalam cara yang terpola secara genetik, kecuali kalau terganggu atau terhambat oleh faktor lingkungan yang bersifat merusak. Rancangan atau struktur genetik akan menghasilkan komunalitas-komunalitas dalam pertumbuhan dan perkembangan individu.
Sebaliknya,  kaum enviromentalists menekankan pentingnya pengalaman dalam perkembangan anak. Unsur genetik individu sekedar mewariskan potensi dasar, tetapi bagaimana hal itu tumbuh dan berkembang sangat tergantung kepada makanan, gizi, perawatan medis, latihan, dan pendidikan yang diberikan oleh lingkungan. Pendeknya, lingkungan dipandang sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Di samping dua kelompok tersebut, ada pula para ahli perkembangan (interacsionists) yang mempercayai bahwa hampir semua kualitas fisik dan psikis individu merupakan hasil dari pengaruh pembawaan lingkungan. Sebagai misal, tinggi badan anak tergantung kepada rancangan genetik yang diturunkan orang tuanya (pembawaan), di samping tergantung pula  kepada gizi dan latihan yang diperoleh selama proses pertumbuhan (lingkungan); perkembangan kognisi anak tergantung kepada taraf intelegensi yang dimiliknya (pembawaan), di samping tergantung pula pada kualitas pengalaman belajar yang diperoleh selama hidupnya (lingkungan); anak juga secara biologis sudah terpogram untuk belajar bahasa (pembawaan), tetapi mereka hanya akan belajar bahasa mereka.
Dalam prakteknya, menentukan kontribusi kematangan (pembawaan) dan pengalaman (lingkungan) terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu secara pasti akan sulit untuk dilakukan. Kualitas aspek pertumbuhan dan perkembangan yang sama bisa dihasilkan dari campuran pengaruh unsur genetik dan keadaan lingkungan yang berbeda. Namun dalam kondisi tertentu, mengetahui pengaruh relatif dari dua faktor tersebut kadang-kadang penting untuk dilakukan. Misalnya, jika seorang anak memiliki bobot tubuh yang berlebih, maka untuk menentukan treatment apa yang tepat, perlu diketahui terlebih dahulu sumber-sumber yang menyebabkan bobot tubuh yang berlebih tersebut. Jika ternyata hal itu disebabkan oleh unsur genetik, maka bentuk treatment-nya akan lain dengan yang disebabkan oleh faktor lingkungan.

5.      Kontinuitas Vs Diskontinuitas Dalam Perkembangan
Isu lain yang diperdebatkan oleh para ahli perkembangan adalah pernyataan apakah perkembangan itu merupakan sesuatu yang berkesinambungan atau tidak berkesinambungan. Para ahli menekankan pada unsur kematangan lazimnya menganggap perkembangan sebagai serangkaian tahap yang berbeda. Sebaliknya,  para ahli perkembangan yang menekankan pada unsur pengalaman menjelaskan perkembangan sebagai suatu proses yang sinambung.
Para ahli yang menekankan segi kesinambungan dalam perkembangan menjelaskan bahwa perkembangan itu merupakan perubahan kumulatif yang berlngsung secara bertahap dari masa konsepsi hingga meninggal dunia. Perkembangan adalah perubahan yang sifatnya bertahap dan merupakan akumulasi dari perilaku dan kualitas pribadi yang sama yang sudah diperoleh sebelumnya. Dalam proses pengayaaan itu terjadi pengayaan,  penambahan, dan pengurangan melalui pengalaman atau interaksi individu dengan lingkungan. Jadi di saat anak memperoleh tambahan perilaku atau keterampilan baru, ia mengkombinasikan kembali perilaku atau keterampilan tersebut dengan yang sudah ada untuk menghasilkan perilaku atau abilitas yang semakin kompleks.
Dalam perkembangan bahasa, misalnya dari anak agar bisa mengucapkan suatu suku kata, kemudian satu kata, dua kata, dan seterusnya. Menurut pandangan ini, kata pertama yang bisa diucapkan oleh anak sekalipun sebenarnya merupakan hasil akumulasi dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, meskipun sepertinya merupakan peristiwa baru. Jadi, model perkembangan ini, menempatkan perubahan kuantitatif, yakni unsur-unsur yang sudah ada dan lebih secara esensial mengalami penambahan dengan unsur-unsur baru sehingga menghasilkan kemampuan dan perilaku yang lebih kompleks.
Di sisi lain, para ahli yang menekankan segi ketidaksinambungan dalam perkembangan menganggap bahwa proses perkembangan individu melibatkan tahapan-tahapan yang berbeda. Setiap perkembangan individu dianggap melalui suatu pola urutan perubahan yang berbeda secara kualitatif, tidak sekedar berbeda secara kuantitatif. Dalam hal ini perkembangan individu dianggap berlangsung melalui terjadinya perubahan-perubahan perilaku yang relatif tiba-tiba dari satu tahap ke tahap berikutnya. Jadi, di sini terjadi peristiwa transisi yang relatif tajam dari satu tahap perkembangan.
Para ahli yang mendukung pandangan diskontinuitas biasanya beranggapan bahwa secara prinsip perkembangan diarahkan oleh faktor-faktor internal biologis. Mereka menganggap bahwa kondisi yang berbeda dalam perkembangan anak merefleksikan hakikat diskontinuitas dari perubahan-perubahan yang terjadi. Dengan demikian, perkembangan melibatkan perubahn-perubahaan kualitatif, bukan sekedar kombinasi-kombinasi sederhana dari kemampuan-kemampuan atau perilaku-perilaku terdahulu. Sebagai contoh, deskripsi tahap-tahap perkembangan berpikir anak dari Piaget seperti Sensori motor, praoperasional, kongkret operasional dan formal operasional, menggambarkan bagaimana perbedaan kualitatif (Diskontinuitas). Itu terjadi dalam proses perkembangan berpikir anak. Tahap-tahap perkembangan berpikir anak tersebut tidak sekedar menggambarkan padanya kemampuan yang meningkat dalam berpikir, tapi lebih daripada itu. Ada perbedaan kualitatif yang signifikan antara tahap-tahap tersebut.
B. Perkembangan Anak Sekolah Dasar
1.      Proses Berlangsungnya Perkembangan
Perkembangan anak usia sekolah disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir anak yang merupakan kelanjutan dari masa awal anak. Permulaan masa pertengahan dan akhir ini ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik, motorik, kognitif, dan psikososial anak.
            Perkembangan berlangsung secara terus-menerus sepanjang hidup seseorang, mulai dari masa konsepsi sampai berakhirnya kehidupan orang itu (Thornbrug, 1984) dalam Amin Budiamin, dkk ( 2005: 12). Selanjutnya Thornbrug menyatakan bahwa perkembangan itu berlangung secara bertahap, dimana setiap tahap terbagi lagi atas beberapa periode umur tertentu. Tahap-tahap perkembangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Masa Bayi 0-2 tahun
a.       Periode dalam kandungan      : Mulai dari terjadinya konsepsi sampai lahir
Masa konsepsi adalah masa mulai bertemunya sel telur dengan sperma. Dimulailah perjalanan kehidupan dari suatu pribadi yang unik, tak ada duanya. Nafas kehidupan langsung ditiupkan oleh Sang Pencipta begitu pembuahan terjadi. Kita memang tak dapat menyaksikan langsung bagaimana si buah hati tumbuh dan berkembang di dalam rahim ibunya. Namun kita sudah mengetahui bahwa pada masa ini manusia sudah mulai mengalami perkembangan. Mulai dari sperma yang berubah menjadi zigot atau kita kenal darah, kemudian menjadi daging, lalu dibungkus dengan tulang seperti yang dijelaskan dalam Al-quran. Semakin mengeras dan berkembang terus sampai umur sembilan bulan bayi didalam kandungan. Itulah masa konsepsi yang sangat luar biasa bahwa ternyata kita adalah para pemenang sejak masa konsepsi ini. Akhirnya keluarlah bayi sebagai individu baru.


b.      Periode baru lahir                    : Lahir sampai umur 4 atau 6 minggu
Setelah bayi lahir terjadilah perkembangan selanjutnya yakni sampai umur 4 atau 6 minggu. Pada masa ini bayi masih sangat bergantung dengan usapan kasih sayang ibunya. Yang dapat ia lakukan apabila menginginkan sesuatu adalah hanya dengan cara menangis.
c.       Periode bayi                            : Umur 4 atau 6 minggu sampai 2 tahun
Setelah umur bayi berkisar antara 4 atau 6 minggu mulailah si bayi beradaptasi dengan dunianya yang baru. Biasanya di usia ini bayi menetek pada ibunya sampai umur 2 tahun. Setelah 2 tahun, bayi akan mengalami perkembangan pesat di seluruh fisik dan psikisnya. Mulai dari kemampuan merangkak, berdiri, bahkan berjalan dan berbicara. Bayi mulai mengeksplor dan melakukan imitasi terhadap keadaan-keadaan di lingkungan sekitarnya.
2. Masa Kanak-kanak 2-11 tahun
a.       Periode Kanak-kanak permulaan, umur 2-5 tahun
Dalam masa ini, status bayi berubah menjadi kanak-kanak. Kami menganggap bahwa masa kanak-kanak adalah masa dimana seseorang sudah mulai memanipulasi apapun yang ada dihadapannya dengan pemikiran-pemikiran yang dia miliki. Misalnya di usia 3 atau 4 tahun anak masih sulit memegang pinsil untuk menulis namun setelah otot-otot jarinya mulai matang dia jadi bisa memegang pinsil dengan tepat. Begitulah perkembangan dan pada masa ini anak sedang asyik-asyiknya berbicara dan ingin tahu atau penasaran dengan apapun yang ada dihadapannya.
b.      Periode Kanak-kanak pertengahan, umur 6-8 tahun
Pada masa ini anak sudah dapat mengoperasikan seluruh anggota tubuhnya dengan baik. Bahkan anak-anak sangat aktif bergerak dan bermain pada masa ini. Akan tetapi tetap harus dibimbing dan diarahkan agar kegiatan mereka di usia ini dapat bermanfaat sesuai dengan perkembangannya.
c.       Periode Kanak-kanak akhir, umur 9-11 tahun
Biasanya pada masa ini anak mulai matang organ vitalnya sehingga bagi anak perempuan usia 9 tahun ada yang sudah mengalami menstruasi. Hal tersebut wajar terjadi karena batas minimal baligh seorang anak perempuan memang sekitar umur 9 tahun atau ketika awal menstruasi. Bahkan di usia ini perasaan anak mulai sensitif bila dikaitkan dengan perasaan terhadap lawan jenisnya.
Pra Remaja 9 -13 tahun
Masa ini adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Sehingga di masa ini anak mulai semakin matang perkembangan fisik maupun psikisnya.
3. Masa Remaja 11-19 tahun
a.       Remaja permulaan, 11- 13 tahun
Perkembangan seorang anak yang mulai beranjak remaja sangatlah pesat apalagi dari organ-organ penting yang dia miliki. Hormon-hormon mulai berfungsi dan aktif. Semakin tinggi usia seseorang semakin matang pertumbuhan dan perkembangannya.
b.      Remaja pertengahan, 14-16 tahun.
Remaja di usia ini sangat rentan oleh pengaruh-pengaruh positif maupun negatif yang datang dari luar. Oleh karena itu diperlukan adanya bimbingan yang ketat untuk mengawasi anak agar tidak terpengaruh oleh perbuatan yang tidak baik.
c.       Remaja akhir 17-19 tahun.
Pada masa ini organ-organ reproduksi sudah mulai berfungsi dengan sangat baik.  Dan perkembangan mental mereka mulai stabil. Mereka akan mencari jati diri mereka yang sebenarnya di usia ini.
Pemuda 19 tahun- 22 tahun
Pada masa ini adalah masa peralihan seseorang dari remaja menuju dewasa
4. Masa Dewasa, 20- 81 tahun
a.       Dewasa permulaan 20-29 tahun
Masa dewasa permulaan ditandai dengan lengkapnya seluruh organ-organ tubuh dan berkembangnya sistem pemikiran secara menyeluruh. Pada masa ini seseorang sedang berada dalam usia produktif.
b.      Dewasa pertengahan 30-49 tahun
Pada akhir masa dewasa pertengahan bagi seorang wanita biasanya ditandai dengan adanya menopause yaitu masa dimana seorang wanita berhenti menstruasi.
c.       Dewasa 50-65 tahun
Biasanya pada masa ini seseorang sudah mulai mengalami masa penyusutan, maksudnya perkembangan tetapi bukan berarti pertumbuhan. Akan tetapi perkembangan ke masa yang disebut penurunan fungsi.
d.      Dewasa akhir 66-80 tahun
Jika disebut kembali ke masa kanak-kanak, masa ini memang tepat disebut demikian. Karena biasanya orang mulai pikun pada masa ini apalagi jika dibarengi dengan keadaan yang tidak mendukung/ sakit.
e.       Tua 81 tahun ke atas
Sangat jarang orang zaman sekarang yang hidup sampai usia ini. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika ada. Mereka seperti kembali ke masa bayi. Semua membutuhkan bantuan orang lain, kecuali yang memang fisiknya benar-benar kuat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
     Dalam memahami konsep perkembangan anak usia sekolah dasar, maka akan di pelajari hakikat perkembangan anak didik usia sekolah dasar dan perkembangan anak sekolah. Perkembangan itu sendiri adalah serangkaian perubahan individu yang berlangsung secara teratur atau terarah dan bersifat tetap, perubahan dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pemasakan dan belajar. Perkembangan itu bersifat kualitatif. Sedangkan, pertumbuhan adalah perubahan-perubahan individu yang bersifat kuantitatif (peningkatan dalam ukuran dan struktur), perubahan melaju sampai mengalami pemberhentian pada fase tertentu. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan konsep ini diantaranya; anak sebagai suatu totalitas; perkembangan sebagai proses holistik dari aspek biologis, kognitif, dan psikososial; kematangan vs pengnalaman dalam perkembangan anak; kontinuitas vs diskontinuitas dalam perkembangan.
Dalam memahami perkembangan anak sekolah dasar yang dipelajari salah satunya adalah proses berlangsungnya perkembangan anak usia sekolah dasar. Pada hakikatnya perkembangan itu berlangsung secara terus-menerus sepanjang hidup seseorang, yang mana melalui tahapan-tahapan perkembangan dari mulai masa bayi 0-2 tahun, masa kanak-kanak usia 2-11 tahun, masa remaja usia 11-19 tahun, dan masa dewasa usia 20-81 tahun.
Adapun dalam setiap periode tertentu akan muncul suatu kemampuan bertingkah laku yang disebut dengan tugas-tugas perkembangan. Memahami tugas-tugas perkembangan anak didik tersebut penting bagi pendidik dalam membantu anak didiknya. Hal-hal tersebut yaitu menentukan tujuan pendidikan di sekolah, memilih bahan belajar yang sesuai dengan kemampuan anak, dan memilih strategi belajar yang sesuai dengan sifat-sifat kemampuan anak.
Kemampuan kita dalam memahami konsep perkembangan anak sekolah dasar akan menjadi bekal dalam praktek di lapangan yang memiliki keragaman tingkah laku yang membutuhkan kesesuaian dalam menanganinya.
B. Saran
            Sebagai calon pendidik, kita harus mempunyai keterampilan dalam memahami konsep perkembangan anak, khususnya pada anak sekolah dasar. Hal itu dikarenakan sebagai calon pendidik, kita dituntut untuk mampu memahami perkembangan anak agar dalam prosesnya dapat meminimalisir terjadinya kesalah pahaman dalam memahaminya. Sehingga dapat terjadinya keselarasan dalam proses pemahaman pada perkemabangan anak didik.

DAFTAR PUSTAKA

Budiamin, Amin, Dedi Herdiana H, Daim. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI PRESS.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta. Depdikbud.
Desmita . 2005. Psikologi perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Syamsu. 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Affandi, Choirul. 2012 . Tujuan Lembaga Pendidikan Sekolah [online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2256002-tujuan-lembaga-pendidikan-sekolah/#ixzz2KBVEmFhK. [07 Februari 2013].
Muhklis. 2012. Strategi belajar [online]. Tersedia: http://www.muhklis.com/macam-macam-strategi-pembelajaran/html. [07 Februari 2013].

No comments:

Post a Comment