BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Belajar merupakan
salah satu kegiatan yang sangat penting dalam proses perkembangan dan
pendewasaan seseorang yang belum dewasa. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
belajar adalah proses yang dilakukan seseorang dari tidak bisa menjadi bisa.
Ada banyak aspek yang dipelajari dalam belajar. Cara belajar pun memiliki
keberagaman. Setiap karakter anak biasanya memiliki cara belajar yang berbeda.
Seorang calon pendidik terutama calon guru SD perlu memahami bagaimana belajar
itu. Oleh karena itu, segala hal tentang belajar akan dibahas dalam makalah
ini.
B.
Rumusan Masalah
-
Apa pengertian belajar?
-
Apa saja ciri khas perilaku belajar?
-
Bagaimana perwujudan perilaku belajar?
-
Apa saja faktor yang mempengaruhi belajar?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
-
Memenuhi salah satu tugas mata kuliah psikologi
pendidikan
-
Mengetahui pengertian belajar
-
Mengetahui ciri khas perilaku belajar
-
Mengetahui perwujudan perilaku belajar
-
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar
BAB
II
BELAJAR
A.
Pengertian Belajar
Menurut
pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam
seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai
berikut :
“Belajar
ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”
Perubahan
yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya
karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan
perubahan dalam arti belajar. Kalau tangan seorang anak menjadi bengkok karena
patah tertabrak mobil, perubahan semacam itu tidak dapat digolongkan ke dalam
perubahan dalam arti belajar. Demikian pula perubahan tingkah laku seseorang
yang berada dalam keadaan mabuk, perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek
kematangan, pertumbuhan, dan perkembangan tidak termasuk perubahan dalam
pengertian belajar.
B.
Ciri Khas Perilaku Belajar
a.
Terjadi perubahan
secara sadar
Ini
berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu
atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam
dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya
bertambah, kebiasaannya bertambah. Jadi perubahan tingkah laku yang terjadi
karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk perubahan dalam
pengertian belajar, karena orang yang bersangkutan tidak menyadari akan
perubahan itu.
b.
Perubahan dalam
belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai
hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara
berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan
perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar
berikutnya. Misalnya jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami
perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. Perubahan ini terus
berlangsung terus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna.
Ia dapat menulis indah, dapat menulis dengan pulpen, dapat menulis dengan
kapur, dan sebagainya. Di samping itu dengan kecakapan menulis yang telah
dimilikinya ia dapat memperoleh kecakapan lain misalnya, dapat menulis surat,
menyalin catatan-catatan, mengerjakan soal-soal dan sebagainya.
c.
Perubahan dalam
belajar bersifat positif dan aktif
Dalam
perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju
untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin
banyak usaha belajar yang dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang
diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak
terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya
perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya
karena dorongan dari dalam, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.
d.
Perubahan dalam
belajar bukan bersifat sementara
Perubahan
yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja,
seperti berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis dan sebagainya, tidak
dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi
karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah
laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalnya, kecakapan
seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu
saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang kalau terus
dipergunakan atau dilatih.
e.
Perubahan dalam
belajar bertujuan atau terarah
Ini
berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan
dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada tingkah laku yang benar-benar
disadari. Misalnya seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan
apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik, atau tingkat kecakapan
mana yang akan dicapainya. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan
senantiasa terarah kepada tingkah laku yang telah ditetapkannya.
f.
Perubahan mencakup
seluruh aspek perubahan
Perubahan
yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi
perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seorang belajar sesuatu, sebagai
haslnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap,
keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
Sebagai
contoh jika seorang anak telah belajar naik sepeda, maka perubahan yang paling
tampak ialah dalam keterampilan naik sepeda itu. Akan tetapi ia telah mengalami
perubahan-perubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara kerja sepeda,
pengetahuan tentang jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentang alat-alat sepeda,
cita-cita untuk memiliki sepeda yang lebih bagus, kebiasaan membersihkan sepeda
dan sebagainya. Jadi aspek perubahan yang satu berhubungan erat dengan aspek
lainnya.
C.
Jenis-jenis Belajar
a. Belajar
bagian (part learning, fractioned
learning)
Umumnya
belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila ia dihadapkan pada materi belajar
yang bersifat luas atau ekstensif, misalnya mempelajari sajak ataupun
gerakan-gerakan motoris seperti bermain silat. Dalam hal ini individu memecah
seluruh materi pelajaran menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri
sendiri. Sebagai lawan dari cara belajar bagian adalah cara belajar keseluruhan
atau belajar global.
b. Belajar
dengan wawasan (learning by insight)
Konsep
ini diperkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang tokoh Psikologi Gestalt pada
permulaan tahun 1971. Sebagai suatu konsep, wawasan (insight) ini merupakan pikiran pokok utama dalam pembicaraan
psikologi belajar dan proses berfikir. Dan meskipun W. Kohler sendiri dalam
menerangkan wawasan berorientasi pada data yang bersifat tingkah laku
(perkembangan yang lembut dalam menyelesaikan suatu persoalan dan kemudian
secara tiba-tiba menjadi reorganisasi tingkah laku) namun tidak urung wawasan
ini merupakan konsep yang secara prisnsipil ditentang oleh penganut aliran
neo-behaviorisme. Menurut Gestalt teori wawasan merupakan proses
mereorganisasikan pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk menjadi satu
tingkah laku yang ada hubungannya dengan penyelesaian satu tingkah laku yang
ada hubungannya dengan penyelesaian suatu persoalan. Sedangkan bagi kaum
neo-behaviorisme (antara lain C. E. Osgood) menganggap wawasan sebagai salah
satu bentuk atau stimulus dari asosiasi stimulus respons ( SR ). Jadi masalah
bagi penganut neo-behaviorisme ini justru bagaimana menerangkan reorganisasi
pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk tadi menjadi suatu persoalan. Dalam
pertentangan ini barangkali jawaban yang memuaskan adalah jawaban yang
dikemukakan oleh G.A. Miller, yang menganjurkan behaviorisme subjektif. Menurut
pendapatnya, wawasan barangkali merupakan kreasi dari “rencana penyelesaian”
(meta program) yang mengontrol rencana-rencana subordinasi lain (pola tingkah
laku) yang telah terbentuk.
c. Belajar
diskriminatif (discriminatif learning)
Belajar
diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat
situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam bertingkah
laku. Dengan pengertian ini maka dalam eksperimen, subjek diminta untuk
berespon secara berbeda-beda terhadap stimulus yang berlainan.
d. Belajar
global/keseluruhan (global whole
learning)
Di
sini bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar
menguasainya; lawan dari metode belahar bagian. Metode belajar ini sering juga
disebut metode Gestalt.
e. Belajar
insidental (incidental learning)
Konsep
ini bertentangan dengan anggapan bahwa belajar selalu berarah-tujuan
(intensional). Sebab dalam belajar insidental pada individu tidak ada sama
sekali kehendak untuk belajar. Atas dasar ini maka kepentingan penelitian,
disusun perumusan operasional sebagai berikut: belajar disebut insidental bila
tidak ada instruksi atau petunjuk yang diberikan pada individu mengenai materi
belajar yang akan diujikan kelak. Dalam kehidupan sehari-hari, belajar
insidental ini merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu di antara
para ahli belajar insidental ini merupakan bahan pembicaraan yang sangat
menarik, khususnya sebagai bentuk belajar yang bertentangan dengan belajar
intensional. Dari salah sau penelitian ditemukan bahwa dalam belajar insidental
(dibandingkan dengan belajar intensional), jumlah frekuensi materi belajar yang
diperlihatkan tidak memegang peranan penting, prestasi individu yang
diperlihatkan tidak memegang peranan penting, prestasi individu menurun dengan
meningkatnya motivasi.
f. Belajar
instrumental (instrumental learning)
Pada
belajar, reaksi-reaksi seorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh
tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah,
hukuman, berhasil atau gagal. Oleh karena itu cepat atau lambatnya seseorang
belajar dapat diatur dengan jalan memberikan penguat (reinforcement) atas dasar tingkat-tingkat kebutuhan. Dalam hal ini
maka salah satu bentuk belajar instrumental yang khusus adalah “pembentukan
tingkah laku”. Di sini individu diberi hadiah bila ia bertigkah laku sesuai
dengan tingkah laku yang dikehendaki, dan sebaliknya ia dihukum bila ia
memperlihatkan tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Sehingga
akhirnya akan terbentuk tingkah laku tertentu.
g. Belajar
intensional (intentional learning)
Belajar
dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar insidental.
h. Belajar
laten (latent learning)
Dalam
belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi
secara segera, dan oleh karena itu disebut laten. Selanjutnya eksperimen yang
dilakukan terhadap binatang mengenai belajar laten, menimbulkan pembicaraan
yang hangat di kalangan penganut behaviorisme, khususnya mengenai peranan
faktor penguat (reinforcement) dalam
belajar. Rupanya penguat dianggap oleh penganut behaviorisme ini bukan faktor
atau kondisi yang harus ada dalam belajar. Dalam penelitian mengenai ingatan,
belajar laten ini diakui memang ada yaitu dalam bentuk belajar insidental.
i.
Belajar mental (mental learning)
Perubahan
kemungkinan tingkah laku yang terjadi di sini tidak nyata terlihat, melainkan
hanya berupa perubahan proses kognitif karena ada bahan yang dipelajari. Ada
tidaknya belajar mental ini sangat jelas terlihat pada tugas-tugas yang
sifatnya motoris. Sehingga perumusan operasional juga menjadi sangat berbeda.
Ada yang mengartikan belajar mental sebagai belajar dengan cara melakukan
observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan orang lain
dan lain-lain.
j.
Belajar produktif (productive learning)
R.
Berguis (1964) memberikan arti belajar produktif sebagai belajar dengan
transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur kemungkinan untuk melakukan
transfer tingkah laku dari satu situasi ke situasi lain. Belajar disebuut
produktif bila individu mampu
mentransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situasi
lain.
k. Belajar
verbal (verbal learning)
Belajar
verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan melalui latihan dan
ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan dalam eksperimen klasik dari
Ebbinghaus. Sifat eksperimen ini meluas dari belajar asosiatif mengenai
hubungan dua kata yang tidak bermakna sampai pada belajar dengan wawasan
mengenai penyelesaian persoalan yang kompleks yang harus diselesaikan secara
verbal.
D.
Faktor yang
memperngaruhi belajar
Faktor yang
mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor
yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern
adalah faktor yang ada di luar individu.
A.
Faktor- faktor Intern
Di dalam
membicarakan faktor intern ini, akan dibahas menjadi tiga faktor, yaitu :
faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.
1.
Faktor Jasmaniah
a. Faktor
kesehatan
Sehat
berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/bebas dari
penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang
berpengaruh terhadap belajarnya.
Proses
belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu
juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika
badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan-gangguan/kelainan-kelainan
fungsi alat inderanya serta tubuhnya.
b. Cacat
tubuh
Cacat
tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai
tubuh/badan. Cacat itu dapat berupa buta, setengah buta, tuli, setengah tuli,
patah kaki, dan patah tangan, lumpuh dan lain-lain.
Keadaan
cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya juga
terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan
khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi
pengaruh kecacatannya itu.
2.
Faktor Psikologis
Sekurang-kurangnya
ada tujuh faktir yang tergolong ke dalam fantor psikologis yang mempengaruhi
belajar. Faktor-faktor itu adalah : intelegensi, perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan dan kelelahan. Uraian berikut ini akan membahas faktor-faktor
tersebut.
a. Intelegensi
Untuk
memberikan pengertian tentang intelegensi, J. P. Chaplin merumuskannya sebagai
(1) The ability to meet
and adapt to novel situations quickly and effectively.
(2) The ability to utilize
abstract concepts effectively.
(3) The ability to grasp
relationships and to learn quickly.
Jadi
intelegensi itu adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis kecakapan untuk
menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan
efektif, mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif,
mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
Intelegensi
besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa
yang mempunyai tingkat intelegensi lebih tinggi akan lebih berhasil daripada
yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Walaupun begitu siswa yang
mempunyai tingkat intelegensi lebih tinggi belum pasti berhasil dalam
belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks
dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan intelegensi adalah salah
satu faktor di antara yang lain. Jika faktor lain itu bersifat
menghambat/berpengaruh negatif terhadap belajar, akhirnya siswa gagal dalam
belajarnya. Siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang normal dapat berhasil
dengan baik dalam belajar, jika ia belajar dengan baik, artinya belajar dengan
menerapkan belajar yang efisien dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajarnya
(faktor jasmaniah, psikologi, keluarga, sekolah, masyarakat) memberi pengaruh
yang positif. Jika siswa memiliki intelegensi yang rendah, ia perlu mendapat
pendidikan di lembaga pendidikan khusus.
b. Perhatian
Perhatian
menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata
tertuju kepada suatu obyek (benda/hal) atau sekumpulan objek. Untuk dapat
menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap
bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa,
maka timbulah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa dapat
belajar dengan baik, usahakan bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan
cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya.
c. Minat
Hilgard
memberi rumusan tentang minat adalah sebagai berikut : “Interest is persisting tendency to pay attention to and enjoy some
activity or content.”
Minat
adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan memegang beberapa
kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang
disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian
sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan
perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari
situ diperoleh kepuasan.
Minat
besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari
tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan
sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Ia segan-segan untuk
belajar, ia tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran itu. Bahan pelajaran yang
menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah
kegiatan belajar.
d. Bakat
Bakat
atau aptitude menurut Hilgard: “the capacity to learn”. Dengan
perkataan lain bakat adalah kemampuan untk belajar. Kemampuan itu baru akan
terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Orang
yang berbakat mengtik, misalnya akan lebih cepat dapat mengetik dengan lancar
dibandingkan dengan orang lain yang kurang/tidak berbakat di bidang itu.
Dari
uraian di atas jelaslah bahwa bakat itu mempengaruhi belajar. Jika bahan
pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya
lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah sekanjutnya ia lebih giat lagi
dalam belajarnya itu. Adalah penting untuk mengetahui bakat siswa dan
menempatkan siswa belajar di sekolah yang sesuai dengan bakatnya.
e. Motif
James
Drever memberikan pengertian tentang motif sebagai berikut : Motive is an effective-conative factor which
operates in determining the direction of an individual’s behavior towards and
end or goal, consioustly apprehended unconsioustly.
Jadi
motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam
menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai
tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif
itu sendiri sebagai daya penggerak/pendorongnya.
Dalam
proses belajar siswa haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar
dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berpikir dan
memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang
berhubungan/menunjang belajar. Motif-motif di atas juga dapat ditanamkan kepada
diri siswa dengan cara memberikan latihan-latihan/kebiasaan-kebiasaan yang
kadang-kadang juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Dari uraian di atas
jelaslah bahwa motif yang kuat sangatlah perlu di dalam belajar, di dalam
membentuk motif yang kuat itu dapat dilaksanakan dengan adanya latihan-latihan/kebiasaan-kebiasaan
dan pengaruh lingkungan yang memperkuat, jadi latihan/kebiasaan itu sangat
perlu dalam belajar.
f. Kematangan
Kematangan
adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat
tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Misalnya anak dengan
kakinya sudah siap untuk berjalan, tangan dengan jari-jarinya sudah siap untuk
menulis, dengan otaknya sudah siap untuk berpikir abstrak dan lain-lain.
Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus menerus,
untuk itu diperlukan latihan-latihan dan pelajaran. Dengan kata lain anak yang
sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar.
Belajarnya akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajua baru
untuk memiliki kecakapan itu dari kematangan dan belajar.
g. Kesiapan
Kesiapan
atau readiness menurut Jamies Drever adalah : Preparedness to respond or react. Kesiapan
adalah kesediaan untuk memberi reponse atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari
dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan
berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan
dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan,
maka hasil belajarnya akan lebih baik.
3.
Faktor Kelelahan
Kelelahan
pada seseorang walaupun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis).
Kelelahan
jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk
membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena terjadi kekacauan
substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar
pada bagian-bagian tertentu.
Kelelahan
rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan
dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada
bagian kepala dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi,
seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi
terus-menerus memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat,
menghadapi hal-hal yang selalu sama/konstan tanpa ada variasi, dan mengerjakan
sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.
Dari
uraian di atas dapatlah dimengerti bahwa kelelahan itu mempengaruhi belajar.
Agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi
kelelahan dalam belajarnya. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari
kelelahan.
Kelelahan
baik seara jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan cara-cara berikut :
1.
Tidur
2.
Istirahat
3.
Mengusahakan variasi
dalam belajar, juga dalam bekerja
4.
Menggunakan
obat-obatan yang bersifat melancarkan peredaran darah misalnya obat gosok
5.
Rekreasi dan ibadah
teratur
6.
Olahraga secara
teratur dan
7.
Mengimbangi makan
dengan makanan yang memenugi syarat-syarat kesehatan misalnya yang mmenuhi
empat sehat lima sempurna
8.
Jika kelelahan sangat
serius cepat-cepat menghubungi seorang ahli misalnya dokter, psikiater,
konselor dan lain-lain.
B.
Faktor-faktor Ekstern
Faktor
ektern yang berpengaruh terhadap belajar, dapatlah dikelompokkan menjadi 3
faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Uraian
berikut membahas ketiga faktor tersebut.
1.
Faktor Keluarga
Siswa
yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua
mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan
ekonomi keluarga.
a.
Cara Orang Tua
Mendidik
Cara
orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya. Hal ini
jelas dan dipertegas oleh Sutjipto Wirwidjodjo dengan pertanyaannya yang
menyatakan bahwa : keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama.
Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi
bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan
bangsa, negara, dan dunia. Melihat pernyataan di atas, dapatlah dipahami betapa
pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya. Cara orang tua
mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya.
Orang
tua yang kurang/tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh
tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan
kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak
mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan/melengkapi alat belajarnya, tidak
memperhatikan apakah anaknya belajar atau tidak, tidak mau tahu bagaimanakah
kemajuan anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajar, dan
lain-lain, dapat menyebabkan anak tidak/kurang berhasil dalam belajarnya.
Mungkin anak sendiri sebetulnya pandai, tetapi karena cara belajarnya tidak
teratur, akhirnya kesukaran-kesukaran menumpuk sehingga mengalami ketinggalan
dalam belajarnya dan akhirnya anak malas belajar. Hasil yang didapatkan,
nilai/hasil belajarnya tidak memuaskan bahkan mungkin gagal dalam studinya. Hal
ini dapat terjadi pada anak dari keluarga yang kedua orang tuanya terlalu sibuk
mengurus pekerjaan mereka atau kedua orang tua memang tidak mencintai anaknya.
Mendidik
anak dengan cara memanjakannya adalah cara mendidik yang tidak baik. Orang tua
yang terlalu kasihan terhadap anaknya tak sampai hati untuk memaksa anaknya
belajar, bahkan membiarkan saja jika anaknya tidak belajar dengan alasan segan
adalah tidak benar, karena jika hal itu dibiarkan berlarut-laru anak menjadi
nakal, berbuat seenaknya saja, pastilah belajarnya menjadi kacau. Mendidik anak
dengan cara memperlakukannya terlalu keras, memaksa dan mengejar-ngejar anaknya
untuk belajar, adalah cara mendidik yang juga salah. Dengan demikian anak
tersebut diliputi ketakutan dan akhirnya benci terhadap belajar, bahkan jika
ketakutan itu semakin serius anak mengalami gangguan kejiwaan akibat dari
tekanan-tekanan tersebut. Orang tua yang seperti itu biasanya menginginkan
anaknya mencapai prestasi yang sangat baik, atau mereka mengetahui anaknya
bodoh tapi tidak tahu apa yang menyebabkan sehingga anak dikejar-kejar untuk
mengatasi/mengejar kekurangannya. Disinilah bimbingan dan penyuluhan memegang
peranan yang penting, anak/siswa yang mengalami kesukaran-kesukaran di atas
dapat ditolong dengan memberikan bimbingan belajar yang sebaik-baiknya. Tentu
saja keterlibatan orang tua akan sangat mempengaruhi keberhasilan bimbingan
tersebut.
b.
Relasi Antaranggota
Keluarga
Relasi
antaranggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya.
Selain itu relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lain
pun turut mempengaruhi belajar anak. Wujud relasi itu misalnya apakah hubungan
itu penuh dengan kasih sayang dan pengertian, ataukah diliputi kebencian, sikap
yang terlalu keras ataukah sikap yang acuh tak acuh dan sebagainya. Begitu juga
jika relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lain tidak
baik, akan dapat menimbulkan problem yang sejenis.
Sebetulnya
reaksi antaranggota keluarga ini erat hubungannya dengan cara orang tua
mendidik. Uraian cara orang tua mendidik di atas menunjukkan relasi yang tidak
baik. Relasi semacam itu akan menyebabkan perkembangan anak terhambat,
belajarnya terganggu dan bahkan dapat menimbulkan masalah-masalah psikologis
yang lain.
Demi
kelancaran belajar serta keberhasilan anak perlu diusahakan relas yang baik di
dalam keluarga anak tersebut. Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh
dengan pengertian dan kasih sayang, disertai dengan bimbingan dan bila perlu
hukuman-hukuman untuk mensukseskan belajar anak sendiri.
c.
Suasana rumah.
Suasana
rumah adalah situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam
keluarga dimana anak berada dan belajar. Rumah yang tegang, ribut dan sering
terjadi cekcok akan menyebabkan anak menjadi bosan dirumah, suka keluar rumah,
akibatnya belajarnya menjadi kacau. Agar anak dapat belajar dengan baik perlu
diciptakan suasana rumah yang tenang dan tentram. Di dalam rumah yang tentram
anak akan dapat belajar dengan baik.
d.
Keadaan ekonomi
keluarga.
Keadaan
ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar
selain harus terpenuhi kebutuhan pokok seperti makan dan pakaian juga
membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, buku, pensil dan
lain-lainnya. Fasilitas belajar ini hanya dapat dipenuhi jika keluarga memiliki
cukup uang.
e.
Pengertian orang tua.
Anak
yang belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar
hendaknya tidak diganggu dengan tugas-tugas di rumah. Terkadang anak juga
mengalami lemah semangat sehingga orang tua wajib memberi pengertian dan
dorongan.
f.
Latar belakang
kebudayaan.
Tingkat
pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam
belajar. Oleh karena itu perlu ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik pada
anak agar anak semangat dalam belajar.
2.
Faktor sekolah
Faktor
sekolah yang mempengaruhi belajar meliputi :
a.
Metode mengajar.
Metode
mengajar adalah cara yang harus dilalui di dalam mengajar. Dalam megajar,
cara-cara mengajar dan serta cara belajar haruslah setepat-tepatnya dan
seefisien serta seefektif mungkin. Guru harus berani mencoba metode-metode baru
yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajardan menungkatkan
motivasi belajar siswa.
b.
Kurikulum.
Kurikulum
adalah sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian
besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan
mengembangkan bahan pelajaran tersebut. Jelaslah bahwa bahan pelajaran itu
mempengaruhi belajar siswa.
c.
Relasi guru dengan
siswa.
Guru
yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana tidak akan melihat bahwa di
dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak
terbina bahkan hubungan masing-masing siswa tidak tampak. Oleh karena itu perlu
diciptakan suasana yang menunjang timbulnya relasi yang baik antar siswa, agar
dapat memberikan pengaruh positif terhadap belajar siswa.
d.
Disiplin sekolah.
Kedisiplinan
sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam
belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar,
kedisiplinan pegawai serta kedisiplinan kepala sekolah dalam mengelola seluruh
staf beserta siswa-siswanya. Seluruh staf sekolah yang mengikuti tata tertib dan
bekerja dengan disiplin membuat siswa menjadi disiplin pula. Selain itu juga
memberikan pengaruh positif terhadap belajarnya.
e.
Alat pelajaran.
Alat
pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran
yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk
menerima bahan yang diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan
memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa
mudah menerima dan menguasai pelajaran maka belajarnya akan menjadi lebih giat
dan lebih maju.
f.
Waktu sekolah.
Waktu
sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah. Waktu
sekolah juga mempengaruhi belajar siswa. Waktu belajar pagi hari adalah waktu
yang baik karena pikiran masih segar dan jasmani dalam kondisi baik. Sedangkan
waktu sore hari kurang baik karena sore hari adalah waktu dimana siswa
beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah. akibatnya siswa menerima pelajaran
sambil mengantuk. Jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan memberikan
pengaruh positif terhadap belajar siswa.
g.
Standar pelajaran di
atas ukuran.
Perkembangan
psikis dan kepribadian siswa berbeda-beda sehingga membuat penguasaan siswa
terhadap materi juga berbeda pula. Guru dalam menuntut penguasaan materi harus
sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing.Yang penting tujuan yang telah
dirumuskan dapat dicapai.
h.
Keaadan gedung.
Dengan
jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masing-masing
menuntut keadaan gedung yang memadai dalam setiap kelas. Dengan kondisi gedung
yang baik akan membuat siswa belajar dengan enak dan nyaman.
i.
Metode belajar.
Banyak
siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Oleh karena itu guru perlu
memberikan bimbingan dan pembinaan agar siswa dapat mengatur waktu dengan baik
dan memilih cara belajar yang tepat. Dengan demikian siswa dapat meningkatkan
hasil belajarnya.
j.
Tugas rumah.
Waktu
belajar bagi siswa selain disekolah juga di rumah. Tetapi guru hendaknya tidak
memberikan tugas rumah terlalu banyak karena ada kegiatan lain selain belajar
yang juga harus dikerjakan anak-anak
3.
Faktor masyarakat
Masyarakat
merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa.
Pengaruh itu terjadi karena siswa berada dalam masyarakat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa yaitu :
a.
Kegiatan siswa dalam
masyarakat.
Kegiatan
siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya.
Tetapi jika siswa mengambil bagian terlalu banyak akan mengganggu belajarnya.
Oleh karena itu kegiatan siswa dalam masyarakat perlu dibatasi agar tidak
mengganggu belajarnya.
b.
Mass media (Media
Masa).
Yang
termasuk mass media antara lain bioskop, radio, TV dan surat kabar. Mass media
bisa memberikan pengaruh yang baik terhadap siswa dan belajarnya . Tetapi mass
media juga bisa memberikan pengaruh yang buruk terhadap siswa. Oleh sebab itu
siswa perlu mendapat bimbingan dan kontrol yang cukup bijaksana dari orang tua
dan pendidik baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
c.
Teman bergaul.
Pengaruh
dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk kedalam jiwanya daripada yang kita
duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa. Begitu
juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat
jelek pula. Agar siswa dapat belajar dengan baik maka perlu diusahakan agar
mereka memiliki teman bergaul yang baik. Selain itu juga diperlukan pembinaan
dan pengawasan dari orang tua dan pendidik.
d.
Bentuk kehidupan
masyarakat.
Lingkungan
di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang
terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi dan orang-orang yang
memiliki kebiasaan tidak baik akan berpengaruh buruk terhadap siswa yang ada
disitu. Sebaliknya jika lingkungan anak adalah orang-orang terpelajar yang baik
maka hal tersebut akan mendorong siswa untuk berbuat baik. Dengan demikian
perlu diusahakan lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang positif
terhadap siswa sehingga siswa dapat belajar dengan sebaik-baiknya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Belajar
ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Terdapat banyak
perbedaan belajar dalam hal ciri khas perilaku belajar, perwujudan perilaku
belajar, dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah,
Syaiful Bahri. (2010). Psikologi Belajar.
Jakarta:Rineka Cipta.
Slameto.
(2003). Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta:Rineka Cipta.
Supriatna,
Yatna. (2012). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa. [Online]. Tersedia: http://orangmajalengka.blogspot.com/2012/06/faktor-yang-mempengaruhi-hasil-belajar.html
[17 November 2012]
No comments:
Post a Comment