Monday 14 October 2013

Noro



Aku tak ingat namanya. Yang aku tahu dulu dia memang selalu ada di sekitarku. Aku tak keberatan untuk merawatnya dan semakin lama aku semakin menyayanginya. Suatu hari ia menghilang. Biasanya saat aku membuat boneka, ia tertidur pulas di sampingku. Bola bergambar sakura itu kini hanya diam membisu. Sang pemilik yang biasa memainkan bola itu lenyap entah kemana. Aku mulai merasakan keanehan. Entah mengapa dan entah sejak kapan aku menutup dahiku dengan kain. Yah, maksudku dengan ikat kepala. Sepertinya memang ada sesuatu yang aku lupakan. Atau memang sengaja agar aku lupa. Aku benar-benar tak ingat. Rasa penasaranku semakin besar. Kutinggalkan boneka yang sedang kubuat lalu melangkah menuju jendela. Saat jendela itu kubuka, segarnya angin sore itu memberiku ketenangan. 

Adikku telah usai menyiapkan makan malam dan aku diminta untuk segera makan. Tanpa pikir panjang aku ikuti kemauan adikku. Aku makan. Namun seperti tak ada rasanya. Rasa penasaranku saat ini adalah yang terbesar hingga mampu mengalahkan lezatnya masakan adikku sendiri. 

Malam pun datang dan dahiku bereaksi. Sebuah reaksi yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Kepalaku seperti tertusuk oleh sebilah pisau yang menancap. Aku tak mengerti apa yang terjadi. Mungkin karena pikiran kacauku, pikirku. Namun ternyata bukan. Ikat kepalaku terlepas dan sebuah sinar memancar dari dahiku. Sakit itu perlahan hilang. Namun sinar itu meledakkan dan menghancurkan banyak barang termasuk boneka kayu yang sedang aku pahat. Tiba-tiba kepalaku terasa sakit lagi, sangat sakit. Mataku semakin terpejam menahan nyeri. Dan bayangan terlihat jelas. Bayangan dari sesuatu yang aku lupakan. 

Aku ingat, malam itu seharusnya aku mati. Aku dan ayahku sudah dibunuh oleh orang yang berusaha mengambil keuntungan dari boneka kayu ini. Tubuhku bersimbah darah, begitu juga ayah yang tubuhnya terkulai telah tak bernyawa. Yang kuingat itu adalah adikku. Aku harap aku tak mati saat itu agar aku bisa melindungi adikku. Namun nyatanya aku mati. Lalu seekor kucing kecil berwarna orange (red tabby) menghampiri jasadku yang telah mati. 

Tiba-tiba ia berubah menjadi seorang anak laki-laki. Di tangannya ada segenggam bunga sakura kemudian ia taburkan di atas tubuhku. Seketika tubuhku bangkit dan aku hidup kembali. Anak kecil itu tersenyum lalu menyentuh keningku. Sejak itu aku lupa tentang kematianku dan ayahku. Dan sejak itu pula kucing, yah, anak, roh kucing mungkin, tak pernah muncul kembali. Bayangan semua kejadian itu menghilang dan aku sadar akan satu hal. Di dahiku, telah tertanam mata iblis kucing legenda yang mampu menghancurkan apapun. Dan pada akhirnya aku ingat bahwa kucing itu adalah kucing yang dahulu biasa menemaniku setiap hari. 

Aku ingat. Aku memberi dia nama Noro. Dan kekuatan inilah yang ia berikan padaku dengan mengorbankan hidupnya sebagai roh kucing. Itulah sebabnya aku tak pernah lagi melihat Noro.




Fanfic Hakkenden

No comments:

Post a Comment